SOLOPOS.COM - Omah maggot atau lalat BSF di Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jumat (17/9/2021). (Solopos/Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN — Omah Limbah Gempol yang dikelola warga Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, untuk usaha budidaya maggot mulai menghasilkan produksi sejak Maret 2021 lalu.

Ada dua keuntungan yang diperoleh warga desa tersebut dari usaha tersebut. Selain menjanjikan pendapatan jutaan rupiah dari hasil penjualan maggot atau larva lalat untuk pakan ternak, masalah sampah warga setempat juga terselesaikan.

Promosi Pegadaian Area Surabaya 2 Gelar Festival Ramadan 2024 di 2 Lokasi

Pengelolaan sampah selalu menjadi masalah bagi warga dan Pemerintah Desa (Pemdes) Gempol, Karanganom, selama bertahun-tahun. Persoalan sampah di Gempol baru teratasi dengan berdirinya Omah Limbah Gempol, awal 2021.

Baca Juga: Dapat Rp6 Miliar dari Uang Ganti Rugi Tol Solo-Jogja, Kakek Paiman Klaten Malah Galau, Kenapa?

Kepala Desa (Kades) Gempol, Kecamatan Karanganom, Edy Suryanta, mengatakan warga di desanya sering resah dengan permasalahan sampah yang sering berceceran di pinggir jalan utama di desa setempat.

Hal itu terjadi selama bertahun-tahun. Kepedulian warga untuk tidak membuang sampah sembarangan juga masih kurang. Ada saja warga yang seenaknya membuang sampah di pinggir jalan.

“Dari tahun ke tahun persoalan yang sering kami hadapi adalah sampah. Ada orang berangkat kerja sambil membawa sampah, lalu dibuang di pinggir jalan. Hal itu kan mengakibatkan bau dan dapat mengganggu kesehatan,” kata Edy Suryanta saat ditemui Solopos.com, di kantornya, Jumat (17/9/2021).

Baca Juga: Puluhan SMA/SMK Klaten Gelar PTM Terbatas Mulai Besok, Mana Saja?

Kepedulian Lingkungan Meningkat

Tapi, Edy melanjutkan sejak adanya Omah Limbah Gempol, kesadaran dan kepedulian warga terhadap lingkungan semakin meningkat. Sekarang, tak ada lagi yang buang sampah sembarangan.

Sampah rumah tangga sudah diambil petugas Omah Limbah Gempol dua kali dalam satu pekan. Edy Suryanta mengatakan masyarakat Gempol sangat mendukung adanya Omah Limbah Gempol.

Selain mengelola sampah organik, Omah Limbah Gempol juga mengelola sampah nonorganik. “Omah Limbah Gempol ini sangat bermanfaat keberadaannya,” kata Edy.

Baca Juga: Wisata Klaten Masih Tutup, Umbul Pelem Kehilangan Pendapatan hingga Rp1 Miliar

Justru dengan adanya Omah Limbah Gempol ini, Pemdes Gempol mulai menjalin kerja sama dengan desa lain untuk memperoleh pasokan sampah organik yang memadai setiap harinya.

Pengelolaan sampah yang benar dinilai akan mendatangkan keuntungan berlebih bagi desa Gempol yang dihuni 2.186 jiwa di 11 dukuh.

Ketua Omah Limbah Gempol, Edy Nugroho, mengatakan sejak Maret 2021 lalu, Omah Limbah Gempol yang dikelola enam warga Gempol mulai memproduksi maggot. Maggot adalah larva lalat atau belatung yang dipakai untuk pakan ternak, khususnya unggas.

Baca Juga: Cerita Warga Klaten Jadi Miliarder Berkat Uang Ganti Rugi Tol, Beli Mobil Malah Tabrak Pagar

Produksi Maggot Bisa Sampai 300 Kg per Hari

Produksi maggot di Gempol dalam sehari minimal 50 kg. Ke depan, produksi maggot akan terus ditingkatkan 80 kg hingga 300 kg per hari. Maggot produksi Omah Limbah Gempol diharapkan tak hanya menembus pasar nasional, namun hingga pasar internasional di waktu mendatang.

“Pakan maggot [sampah organik] yang kami butuhkan itu 1 ton dalam 3-4 hari. Sementara produksi sampah organik di Desa Gempol baru 150 kg dalam 3-4 hari. Kekurangannya, kami menjalin koordinasi dengan perusahaan, rumah makan, dan desa lain. Tak hanya di Karanganom, tapi sudah sampai ke Jatinom,” katanya.

Edy Nugroho mengatakan maggot atau lalat BSF sangat berguna untuk pakan ternak, seperti ayam, itik, lele, dan lainnya. Harga maggot di pasaran senilai Rp7.000 per kilogram (maggot basah) dan Rp55.000 (maggot kering).

Baca Juga: Inilah Data Komunitas Pembudidaya Maggot Si Pemakan Sampah Organik di Klaten

“Komunitas budidaya maggot ini sudah banyak ditemukan di media sosial. Jika memang ada yang minta, tinggal komitmennya terus dirawat. Usaha maggot dengan mengelola sampah organik ini sangat menguntungkan,” kata Edy Nugroho.

Menurut hitungan Edy, modal senilai belasan juta rupiah yang dikeluarkan untuk budidaya maggot itu akan kembali dalam waktu kurang satu tahun. Hal itu karena siklus maggot hanya 18 hari  sudah bisa panen. “Jadi, sangat menguntungkan dengan biaya pakannya hampir zero,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya