SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, WONGIRI–Suara nyaring molen yang beroperasi di rumah-rumah warga Geritan, Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Jumat (18/1/2019) pagi, membuat bising telinga. Hampir di semua rumah warga terdapat alat tradisional pemisah emas dengan tanah dan bebatuan yang digerakkan dengan dinamo itu.

 Rumah mereka berada di kaki Bukit Randu Kuning. Bukit “emas” itu sudah puluhan tahun menjadi sumber penghidupan ribuan warga sekitar, terutama warga Dusun Geritan dan Dusun Nglenggong.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sejak dahulu sampai sekarang mereka menambang emas secara tradisional. Meski dengan cara kuno, mereka dapat menghasilkan setidaknya 150 mg-30 mg emas per hari per orang. Setelah terkumpul 5-6 gram, barulah emas itu mereka jual kepada pengepul. Biasanya butuh waktu sebulan untuk bisa mengumpulkan 6 gram emas. Mengacu pada harga saat ini, emas dari warga dihargai Rp500.000/gram. Menurut warga, dalam setiap 1 ons emas yang mereka dapat, kandungan emasnya mencapai 93 persen, selebihnya logam lain.

Emas yang terkandung di Bukit Randu Kuning membuat warga betah menetap di kampung halaman. Dahulu mayoritas warga setenoat lebih memiliki merantau ke berbagai kota untuk memperbaiki nasib. Namun, setelah mengetahui ada emas di Bukit Randu Kuning, mereka tak lagi merantau. Menjadi penambang emas tradisional saja cukup membuat ekonomi mereka berkembang.

Dahulu tidak ada warga yang dapat menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Sekarang ini sudah banyak warga yang bisa menguliahkan anak mereka. Tak sedikit pula warga yang memiliki berbagai kendaraan bermotor.

Namun, mengemukanya rencana PT Alexis Perdana Mineral yang ingin menambang emas di Bukit Randu Kuning dalam skala besar mengusik ketenangan warga. Kerisauan warga kian mengental sejak Desember 2018 lalu setelah mengetahui ternyata PT Alexis saat ini sedang memproses izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah. Mereka mengetahui hal itu dari pengumuman DLHK Jateng. DLHK meminta saran dan masukan warga atas rencana PT Alexis menambang di Randu Kuning.

Kapasitas penambangan PT Alexis diproyeksikan mencapai 2,5 juta ton bijih /tahun dan material penutup yang dipindahkan sekitar 5,9 juta ton/tahun. Laju umpan usaha pengolahan bijih mencapai 124 ton/jam menggunakan kombinasi gravity concentrator dan CIL. Dari pengolahan itu perusahaan akan dapat memproduksi emas 26.000 oz/tahun.

“Pokoknya kami tidak setuju PT Alexis menambang. Dampaknya akan sangat besar, baik dampak sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Informasi yang saya terima, nanti perusahaan menggali bukit hingga kedalaman 300 meter. Betapa luasnya lingkungan yang rusak nanti. Ini kan sangat dekat dengan permukiman. Kelangsungan hidup warga nanti bagaimana jika mata pencaharian warga menambang emas hilang,” kata Sandiman, warga Geritan.

Warga Nglenggong RT 002/RW 004, Sisri, 61, juga menolak keras rencana PT Alexis yang ingin menambang emas di Randu Kuning. Lelaki itu menyebut sampai sekarang pihak perusahaan tak memberi solusi yang jelas kepada warga. Tidak ada penjelasan mengenai dampak yang akan ditimbulkan, apa yang akan diperoleh warga, kompensasi, atau hal penting lain yang perlu diketahui warga. Dari sosialisasi yang pernah dilakukan, pihak perusahaan hanya ingin menggiring warga agar menyetujui penambangan dilakukan. Sisri tetap akan menolak tawaran-tawaran yang akan diajukan PT Alexis agar warga setuju dengan eksploitasi besar-besaran Bukit Randu Kuning.

“Warga dalam rapat tingkat dusun dan desa sudah bulat menyatakan menolak PT Alexis menambang di Randu Kuning,” ucap Sisri.

Pendirian warga sudah teguh, sebab mereka meyakini penambangan hanya akan merugikan warga. Terlebih, perusahaan diduga menggunakan cara tak baik dalam membujuk warga. Sisri mengaku pernah didatangi warga Jendi yang memintanya menandatangani kertas kosong. Jika bersedia tanda tangan orang itu menjanjikan akan memberinya uang Rp50.000. Waktu itu Sisri melihat sudah ada beberapa warga yang tanda tangan. Namun, dia menolak tanda tangan. Dia khawatir tanda tangan itu dimanfaatkan untuk hal tak baik. Benar saja, belakangan Sisri mengetahui bahwa tanda tangan warga itu menjadi pedoman pihak tertentu untuk menyatakan warga setuju PT Alexis menambang di Randu Kuning.

“Waktu itu yang minta tanda tangan saya tanya mau buat apa. Dia enggak menjelaskan, malah terus mendesak saya untuk tanda tangan. Rupanya, warga yang mau tanda tangan itu tak tahu kalau tanda tangan mereka digunakan untuk apa. Memang ada warga yang setuju, tapi hanya sedikit. Dan mereka ini kemungkinan digunakan untuk membujuk warga yang tak setuju,” ucap Sisri.

Jambul menyuarakan hal yang sama. Lelaki paruh baya tetangga Sisri itu menolak keras PT Alexis menambang di Randu Kuning karena meyakini emas dari kampung halamannya tidak untuk kemakmuran masyarakat setempat, tetapi emas akan dibawa ke luar negeri. Ia berkaca dari apa yang dilakukan Freeport selama ini. Terlebih, perusahaan tak pernah memberi penjelasan mengenai apa yang akan diperoleh warga.

“Kalau ada kejelasan pun warga masih pikir-pikir, apalagi tidak ada kejelasan,” ulas Jambul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya