SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KLATEN — Kekeringan masih melanda wilayah Dukuh Bulu, RT 002/RW 001, Desa Nanggulan, Cawas, Klaten, sejak dua bulan lalu. Akibatnya 15 sumur gali milik warga kering. Warga mengandalkan air dari sumur tersisa yang masih ada airnya.

Kadus I Desa Nanggulan, Bambang Sayoko, mengatakan dalam dua bulan terakhir, air diambilkan dari sumur warga RT 001, dukuh setempat. Namun, air habis dan pompa dipindah ke sumur warga lain.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, baru dua hari dipindah, sumur itu juga kering. Pompa dipindah lagi sumur yang masih tersisa. Satu keluarga membutuhkan sekitar 6-7 jeriken per hari. Ia tak membatasi kuota air meski jumlahnya terbatas.

“Ini rencananya mau pindah ke sumur Mbah Sono Suwarso. Di sana sumur terakhir yang masih memiliki air. Saya salurkan ke RT 002 pakai selang sejauh sekitar 140 meter,” kata dia saat ditemui Solopos.com di Dukuh Bulu, Nanggulan, Cawas, Senin (26/11/2018).

Ia menceritakan di RT 002 ada sekitar 30 keluarga yang mengandalkan pasokan air dari RT 001. Sebanyak 15 sumur gali di RT 002 semuanya kering dengan rata-rata kedalaman sumur 10 meter.

“Di RT 001 enggak kekeringan lantaran sudah terjangkau jaringan PDAM. Di RT 002, jaringan PDAM baru bisa dilayani paling cepat April mendatang. Tahun ini, PDAM masih memperbesar pipa dari Ponggok ke Pedan,” terang Bambang.

Air dari sumur gali dipakai warga untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk memasak, warga mengambil air dari jaringan PDAM. Warga yang mengambil air ke Bulu dan PDAM juga ada yang dari Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Jumlahnya sekitar lima keluarga dan tinggal di perbatasan dengan Klaten.

Ia mengatakan kekeringan di Bulu baru kali pertama terjadi. Ia menduga kekeringan terjadi akibat kemarau panjang. “Biasanya November sudah hujan. Tapi ini belum. Kami berharap hujan segera turun. Solusi lain semoga lekas ada jaringan PDAM atau Pamsimas. Warga juga mengharapkan ada droping air bersih ke sini meski kami tak punya tandon,” harap Bambang.

Dampak kekeringan juga masih dirasakan petani karena masa tanam mundur. Di Nanggulan, sekitar 100 hektare sawah mengandalkan air dari hujan dan Sungai Jaran yang melintasi Nanggulan. Sungai Jaran kali ini kering kerontang.

Warga Dukuh Bulu RT 002/RW 001, Desa Nanggulan, Cawas, Dwi Priyanto, mengatakan akibat kekeringan konsumsi airnya harus dihemat. Ia mengaku tak lagi leluasa menggunakan air saat mandi seperti saat air melimpah.

Tak hanya itu, ia juga terpaksa kehilangan lebih dari 25 tanaman bonsai yang selama ini menghidupi keluarganya. “Ada 25 tanaman lebih yang mati akibat kekurangan air. Airnya saya pakai buat konsumsi keluarga. Kerugian belum jutaan sebab masih bakalan. Jadi kalau kekurangan air bakal mati,” ujar dia.

Ia menceritakan tetangganya juga terpaksa mencuci di lokasi sejauh 500 meter untuk usaha laundry-nya. Ia pun harus mencuci dengan tangan bukan mesin. “Karena di rumah tak ada air. Mau bagaimana lagi,” ujar Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya