SOLOPOS.COM - Nova warga Sragen bersama ibudanya. (Ika Y/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Warga Sragen Nova Fikri Asri Sholikhah, 14, butuh uluran tangan. Tubuhnya tergolek lemah, perutnya yang membuncit kadang mengeras dan panas.

Sejak setengah tahun terakhir, putri ketiga dari pasangan Senen dan Sumiyati asal Desa Gentanbanaran, Kecamatan Plupuh, Sragen  ini terpaksa berhenti sekolah karena perutnya kian membuncit. Sementara, tubuhnya mengecil, jalannya pun tak lagi sempurna karena harus menopang perutnya yang kian membesar.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Awalnya, ia sekolah di SMPN 1 Plupuh, tapi sudah hampir setengah tahun lebih saya minta tidak sekolah karena sakitnya kian parah. Kepala sekolah juga mengizinkan Nova istirahat sementara. Setelah itu boleh masuk lagi kapan saja,” ucap Sumiyati.

Sumiyati mengaku terpaksa meminta anaknya untuk tidak sekolah karena kondisi tubuhnya mulai ngedrop. Nova harus mendapatkan perawatan intensif di rumah dan kontrol ke RS Dr Sarjito di Jogja setiap dua pekan sekali. Terlebih ketika ayahnya, Senen, meninggal dunia beberapa bulan lalu.

Kondisi kesehatan Nova semakin menurun. “Saya enggak tega melihat anak saya begini. Biar ini fokus di penyembuhan. Kemarin ayahnya gagal [meninggal], sekarang Nova harus sembuh,” harapnya.

Sumiyati yang sebelumnya hanya bekerja sebagai penjual jamu di Sumatera itu tak kuasa menahan tangis jika mengingat nasib yang menimpa keluarganya. Selain mencari jalan keluar bagaimana menyembuhkan Nova, ia juga harus berfikir keras untuk bisa mendapatkan uang berobat.

Pasalnya, sejak empat bulan lalu ketika penyakit jantung suaminya kambuh hingga akhirnya meninggal, ia tidak bekerja lagi. Kini, ia hanya mengandalkan bantuan dari saudara serta para dermawan.

Padahal, Nova yang didiagnosa sakit kanker darah itu masih membutuhkan biaya banyak untuk berobat jalan serta persiapan operasi. Sementara, setiap dua pekan sekali, ia harus kontrol kesehatan di Dr Sarjito Jogja dengan biaya hampir Rp1 juta lebih. Itu belum ditambah obat tambahan jika sakitnya kambuh sewaktu-waktu. Sementara, untuk operasi, dokter menaksir biayanya hingga Rp30 juta.

Bantuan Saudara

Selama ini, lanjut Sumiyati, ia mengandalkan biaya berobat dari bantuan saudaranya ditambah penghasilannya yang tak seberapa sebagai penjual jamu di Sumatera. Tanah dan harta berharga lainnya milik Sumiyati telah habis untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Sudah hampir habis Rp150 juta lebih Mbak. Semua sudah saya jual. Rumah dan tanah saya jual. Yang saya punyai hanya rumah yang saya tinggali,” curhatnya.

Paman Nova, Paryanto, saat berbincang di kediamannya di Masaran, Kamis, menguraikan keponakannya sakit sejak dua tahun lebih, saat ia masih duduk di bangku Kelas V SD. Saat itu tubuhnya mulai mengecil sedangkan perutnya kian membesar. Jika  kambuh, tubuhnya panas dan  kesakitan yang luar biasa. Keluarga telah berusaha untuk mendatangi sejumlah dokter spesialis untuk kesembuhan Nova hingga sekarang.

Selama itu, lanjut Paryanto, mereka berobat menggunakan biaya sendiri. Mereka belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah meskipun keluarga kakaknya itu tergolong kurang mampu.

“Selama ini menggunakan biaya sendiri. Tapi ini kami sudah berusaha mencari bantuan ke Pemkab Sragen dan alhamdulilah kemarin sudah di survey dari UPTPK kabupaten. Semoga nanti benar-benar mendapatkan bantuan agar Nova bisa sembuh dan sekolah lagi,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya