SOLOPOS.COM - Warga mengelilingi dua gunungan utama di dekat sungai di seberang sumber air Keduh Poh, Rabu (20/11/2013). (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Harianjogja.com, JOGJA-Warga Dusun Menggoran I dan Menggoran II, Desa Bleberan, Kecamatan Playen memiliki upacara adat yang unik setiap tahunnya. Rabu (20/11/2013) mereka menggelar acara tiga ritual sekaligus.

Warga dari 22 rukun tetangga dari Dusun Menggoran I dan Dusun Menggoran II pagi itu tampak antusias mengikuti tiga ritual penting. Mereka meramaikan ritual tiba labuh, suran serta merti sumber air. Dengan berjalan berarak ratusan warga membawa dua gunungan utama dan 22 ambengan menuju mata air Kedung Poh. Arak-arakan tampak mengular dan sangat panjang karena diikuti ratusan warga dari 22 RT.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meskipun harus melewati jalan berbatu yang disambung jalanan tanah liat yang becek, mereka tetap bersemangat. Kedua gunungan utama yang disusun dari hasil pertanian ditempatkan di pinggir sungai di seberang sumber air Kedung Poh. Warga duduk mengelilingi kedua gunungan utama tersebut. Sementara itu 22 ambengan yang terdiri masakan tradisional serta nasi uduk dan ayam ingkung ditata di sekitar lokasi upacara adat.

Ekspedisi Mudik 2024

Ritual dimulai dengan membaca shalawat bersama-sama. Doa-doa terus dilantunkan. Warga kian mendekat di sekitar gunungan utama. Ketika doa usai dipanjatkan mereka merangsek dan berebut sayuran serta hasil pertanian yang digunakan untuk membuat gunungan tersebut. Sebagian warga bahkan sengaja melempar-lempar hasil bumi itu kepada warga yang tak kebagian. Mereka ingin berbagi berkah dengan merata.

Usai diperebutkan, kerangka gunungan pun dilarung di sungai dekat mata air. Kenduri pun digelar yang dilanjutkan kembul bujana atau makan bersama ambengan yang sudah dibawa dari rumah. Suasana kebersamaan sangat terasa pagi itu.

Kaum atau sesepuh dusun Maujiono mengatakam, ketiga upacara itu sengaja digabung lantaran jarak waktu yang pendek. Tiba labuh merupakan perayaan bagi petani karena sudah mulai tanam. Melalui ritual tersebut petani berharap bisa sukses dalam bercocok tanam di tahun ini.

“Suran merupakan ritual rasa syukur dan pengharapan yang rutin kami gelar setiap muharam. Kami bersyukur akan apa yang sudah didapat setahun belakangan dengan sedekah ini. Kami juga berharap agar ke depannya juga diberi kemakmuran,” tutur dia di sela-sela ritual.

Sedangkan merti mata air merupakan upacara menyucikan mata air yang menjadi sumber kehidupan bagi warga. Mereka berharap sumber mata air ini terus melimpah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya