SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi Bus Trans Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Merawat Jogja kampanyekan naik bus.

Harianjogja.com, JOGJA–Anjuran naik bus dan mengandangkan kendaraan pribadi di garasi rumah tak hanya didengungkan pemerintah, tetapi juga komunitas masyarakat yang peduli dengan kehidupan yang lebih nyaman. Medsos menjadi sarana menyiarkan ajakan menggunakan angkutan umum. Tetapi, kampanye itu kurang mustajab karena infrastuktur yang disediakan pemerintah tak komplet. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com  Jumali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama Februari 2018, komunitas yang bermarkas di Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman ini tekun mengampanyekan penggunaan transportasi umum melalui tagline Wani Ngebus. Ajakan itu tidak hanya disebarkan melalui medsos yang sedang digandrungi anak muda, Instagram, tetapi juga lewat kanal di Youtube. Di dua saluran itu, Merawat Jogja mengungah grafik dan video dengan durasi pendek tentang maslahat naik bus.

“Ini adalah tema kami pada bulan Februari, untuk bulan Maret ini, kami akan kampanyekan pengelolaan sampah,” ujar Novan El Hamdy, Koordinator Divisi Konten dan Public Relation Merawat Jogja kepada Harianjogja.com, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Kota Jogja yang dalam beberapa tahun terus dipadati mobil serta motor dan situasi itu sangat mengkhawatirkan.
“Inti dari kampanye ini adalah menggugah kesadaran masyarakat bahwa keberadaan angkutan umum sangat dibutuhkan. Kami berharap agar masyarakat mengesampingkan gengsi dan berani kembali menggunakan angkutan umum.”

Ekspedisi Mudik 2024

Sebelum memulai kampenye, Merawat Jogja melakukan survei kecil-kecilan agar konten-konten yang diedarkan melalui medsos tidak salah sasaran. Hasilnya, khalayak di wilayah pinggiran perkotaan sangat butuh angkutan umum.
“Selama ini kan yang ada Trans Jogja. Angkutan ini lebih nyaman dan bisa memfasilitasi pergerakan masyarakat di Kota Jogja. Namun, untuk daerah penyangga, keberadaan angkutan umum sejenis sangat diperlukan,” ucap Novan.

Video yang ditampilkan pun disesuaikan dengan kebutuhan audiens. Sasaran kampanye bukan Trans Jogja, melainkan armada angkutan kota lainnya yang di mata khalayak barangkali lebih obsolet. Dalam sebuah video berdurasi enam menit, Merawat Jogja memperlihatkan bagaimana sulitnya masyarakat di daerah penyangga Kota Jogja mengakses Trans Jogja.
“Maka dari itu, perlu sinergi antara angkutan umum lainnya dan Trans Jogja karena ketika masyarakat ingin menikmati Trans Jogja melalui halte yang disediakan, mereka harus menggunakan angkutan umum lainnya, ataupun kendaraan pribadi ke halte tersebut,” kata Novan.

Terganjal Infrastruktur
Sayangnya, ikhtiar Merawat Jogja untuk memperbaiki kehidupan publik sepertinya belum sepenuhnya mendorong perubahan perilaku kesadaran. Yanuar, 26, penduduk Kasihan, Bantul, sudah menonton video pendek bikinan Merawat Jogja. Toh, dia tetap enggan naik bus

“Kampanyenya bagus dan saya juga berkeinginan untuk menggunakan angkutan umum. Tetapi sekitar rumah saya tidak terjangkau bus,” kata mahasiswa tingkat akhir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Walhasil, dia tetap naik motor menuju kampus. “Hemat biaya dan waktu. Sekarang kalau saya mau pakai Trans Jogja, saya tetap harus naik sepeda motor untuk sampai ke halte terdekat, baru di sana saya masih harus menitipkan sepeda motor. Kurang praktir,” kata dia.

Sikap serupa ditunjukkan Bambang. Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) ini juga enggan menggunakan angkutan umum dengan alasan hampir sama, boros. “Kampus  saya di Jalan Kaliurang, jika saya pakai bus dengan rute yang ada, adanya justru boros waktu dan biaya.” KAMPANYE NAIK BUS
Wani Ngebus Terantuk Minimnya Sarana Transportasi

Anjuran naik bus dan mengandangkan kendaraan pribadi di garasi rumah tak hanya didengungkan pemerintah, tetapi juga komunitas masyarakat yang peduli dengan kehidupan yang lebih nyaman. Medsos menjadi sarana menyiarkan ajakan menggunakan angkutan umum. Tetapi, kampanye itu kurang mustajab karena infrastuktur yang disediakan pemerintah tak komplet. Berikut laporan wartawan Harian Jogja Jumali.

Selama Februari 2018, komunitas yang bermarkas di Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman ini tekun mengampanyekan penggunaan transportasi umum melalui tagline Wani Ngebus. Ajakan itu tidak hanya disebarkan melalui medsos yang sedang digandrungi anak muda, Instagram, ptetapi juga lewat kanal di Youtube. Di dua saluran itu, Merawat Jogja mengungah grafik dan video dengan durasi pendek tentang maslahat naik bus.
“Ini adalah tema kami pada bulan Februari, untuk bulan Maret ini, kami akan kampanyekan pengelolaan sampah,” ujar Novan El Hamdy, Koordinator Divisi Konten dan Public Relation Merawat Jogja kepada Harian Jogja, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Kota Jogja yang dalam beberapa tahun terus dipadati mobil serta motor dan situasi itu sangat mengkhawatirkan.
“Inti dari kampanye ini adalah menggugah kesadaran masyarakat bahwa keberadaan angkutan umum sangat dibutuhkan. Kami berharap agar masyarakat mengesampingkan gengsi dan berani kembali menggunakan angkutan umum.”
Sebelum memulai kampenye, Merawat Jogja melakukan survei kecil-kecilan agar konten-konten yang diedarkan melalui medsos tidak salah sasaran. Hasilnya, khalayak di wilayah pinggiran perkotaan sangat butuh angkutan umum.
“Selama ini kan yang ada Trans Jogja. Angkutan ini lebih nyaman dan bisa memfasilitasi pergerakan masyarakat di Kota Jogja. Namun, untuk daerah penyangga, keberadaan angkutan umum sejenis sangat diperlukan,” ucap Novan.
Video yang ditampilkan pun disesuaikan dengan kebutuhan audiens. Sasaran kampanye bukan Trans Jogja, melainkan armada angkutan kota lainnya yang di mata khalayak barangkali lebih obsolet.
Dalam sebuah video berdurasi enam menit, Merawat Jogja memperlihatkan bagaimana sulitnya masyarakat di daerah penyangga Kota Jogja mengakses Trans Jogja.
“Maka dari itu, perlu sinergi antara angkutan umum lainnya dan Trans Jogja karena ketika masyarakat ingin menikmati Trans Jogja melalui halte yang disediakan, mereka harus menggunakan angkutan umum lainnya, ataupun kendaraan pribadi ke halte tersebut,” kata Novan.

Terganjal Infrastruktur
Sayangnya, ikhtiar Merawat Jogja untuk memperbaiki kehidupan publik sepertinya belum sepenuhnya mendorong perubahan perilaku kesadaran. Yanuar, 26, penduduk Kasihan, Bantul, sudah menonton video pendek bikinan Merawat Jogja. Toh, dia tetap enggan naik bus.
“Kampanyenya bagus dan saya juga berkeinginan untuk menggunakan angkutan umum. Tetapi sekitar rumah saya tidak terjangkau bus,” kata mahasiswa tingkat akhir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.
Walhasil, dia tetap naik motor menuju kampus.
“Hemat biaya dan waktu. Sekarang kalau saya mau pakai Trans Jogja, saya tetap harus naik sepeda motor untuk sampai ke halte terdekat, baru di sana saya masih harus menitipkan sepeda motor. Kurang praktir,” kata dia.
Sikap serupa ditunjukkan Bambang. Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) ini juga enggan menggunakan angkutan umum dengan alasan hampir sama, boros. “Kampus  saya di Jalan Kaliurang, jika saya pakai bus dengan rute yang ada, adanya justru boros waktu dan biaya.” (jumali@harianjogja.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya