SOLOPOS.COM - Pekerja dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Solo mengecat tugu adipura di Jl. Ir. Juanda, Solo, Kamis (3/3/2016). Pengecatan tersebut sebagai perawatan untuk menjaga tugu adipura tetap bersih serta menghindari kerusakan. (JIBI/Solopos/Dok)

Prestasi Solo meraih Adipura menjadi dahaga setelah 15 tahun puasa gelar ini.

Solopos.com, SOLO — Kota Solo meraih Piala Adipura di masa pemerintahan Jokowi, setelah 15 tahun puasa gelar. Sorotan mengemuka penghargaan tersebut diraih karena faktor Presiden Jokowi yang merupakan warga Solo dan mantan Wali Kota Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan Pemkot Solo tidak mencari penghargaan. Kota Solo berhasil meraih Adipura Kirana dengan penilaian dititik beratkan pada kota yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan, pariwisata, investasi berbasis pengelolaan lingkungan hidup.

“Penghargaan Adipura atas kerja keras bersama seluruh warga di Kota Bengawan,” kata Rudy ketika dijumpai wartawan Taman Balekambang, Jumat (22/7/2016) pagi.

Ihwal tudingan sinis kalangan DPRD mengenai penghargaan Adipura yang diterima Solo disebut hadiah Pemerintah Pusat karena kedekatan politis, Rudy mengatakan Pemkot tidak mencari penghargaan. Tentunya ada beberapa tahapan yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam penilaian Adipura tersebut.

“Kalau Dewan sinis silahkan saja. Mereka [Dewan] kan tidak melaksanakan. Mereka tugasnya legeslasi, anggaran dan pengawasan,” katanya.

Rudy mengatakan pembenahan pengelolaan sampah menjadi poin plus Solo meraih Adipura. Salah satunya pembongkaran 53 tempat pembuangan sampah (TPS) dari total 58 TPS, sebagai upaya menjaga lingkungan  mampu mendongkrak penilaian tim Adipura.   “Tahun ini kita akhirnya mendapat Adipura Kirana. Sejak 2001, kita tidak pernah mendapatkan Adipura itu,” kata Rudy.

Penghargaan Adipura Kirana 2016 kategori kota besar diterima Pemkot Solo yang diwakili Wakil Wali Kota (Wawali) Solo Achmad Purnomo, Jumat (22/7) di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Setidaknya ada empat indikator dalam penilaian Adipura untuk kategori Kota Besar, meliputi pengelolaan sampah, kebersihan dan keindahan, pencemaran udara, serta pencemaran air. Pemkot berupaya memperbaiki sejumlah indikator penilaian yang ditentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Termasuk, indikator dalam pengelolan sampah dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Contoh kasus belum rampungnya lelang pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo salah satu ganjalan Solomeraih Adipura. Hal Pengelolaan sampah TPA Putri Cempo semestinya sudah menggunakan sistem sanitary landfill, namun hingga kini masih menggunakan sistem open dupping.

Menurut Rudy, jika nantinya pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) TPA Putri Cempo berjalan diyakini akan menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah di Kota Solo.

Rudy mengatakan Kota Solo harus bersaing dengan kota besar lainnya seperti Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan lain sebagainya untuk meraih penghargaan Adipura. Pemkot akan terus memaksimalkan menjaga kebersihan lingkungan. Pihaknya merencanakan membangun IPAL yang akan menampung limbah puskesmas. Sejauh ini Puskesmas belum memiliki IPAL yang memadai.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Solo Widdi Srihanto mengatakan BLH merancang pembangunan instalasi pengolahan limbah industri komunal. Rancangan ini sebagai upaya untuk mengatasi persoalan limbah di Kota Bengawan. Rancangan pembangunan instalasi pengolahan limbah akan dimulai  dengan memetakan kawasan pusat industri penghasil limbah.

Pemetaan tersebut dibutuhkan untuk merancang pembangunan instalasi pengolah limbah komunal. Rencananya, pemetaan kawasan industri itu akan dilakukan pada tahun depan. Selain menghitung jumlah perajin, pihaknya juga akan menyurvei lokasi yang dianggap ideal untuk membangun instalasi pengolah limbah komunal. “Pendataan harus lengkap agar fasilitas yang dibangun nanti bisa berfungsi optimal,” kata Widdi.

Widdi mengatakan persoalan limbah masih menjadi pekerjaan rumah bagi BLH untuk diatasi. Widdi mengaku persoalan limbah menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan Solo dalam meraih Adipura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya