SOLOPOS.COM - Proses pembuatan jenang dan wajik di rumah Wito Miharjo di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Senin (11/4 /2022). (Solopos-Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO – Para produsen jenang di kawasan Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengaku enggan meminta anak keturunan mereka melanjutkan usaha pembuatan jenang.

Hal itu karena produsen jenang Kedunggudel merasakan sulitnya proses produksi jenang hingga sedikitnya laba yang diperoleh. Salah seorang pembuat jenang di Kedunggudel, Wito Miharjo, 92, saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Senin (11/4/2022), mengatakan dirinya tak mau anak-anaknya kesulitan lantaran harus meneruskan usahanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yen karep kula, karep e wong tua aku ki rekasa banget nyambut gawe, kowe do aja nyambut gawe kaya aku [Kalau keinginan saya, sebagai orang tua yang merasakan susahnya bekerja, anak-anak jangan sampai bekerja seperti saya],” harapnya.

Baca juga: Duh, Produsen Jenang Kedunggudel Sukoharjo Sulit Kembangkan Pemasaran

Wito menambahkan proses pengolahan jenang, atau juga sering disebut dodol, itu sendiri membutuhkan tepung ketan, gula pasir, dan santan kelapa sebagai bahan baku dengan proses pengadukan selama lima jam.

Pria lansia itu menceritakan kali pertama akan membuat jenang, dia harus berkeliling pasar mencoba jenang-jenang lain yang sudah ada di pasar. Hal itu dilakukannya mengingat banyaknya penjual jenang di daerahnya. Sehingga, dia berusaha membuat cita rasa yang lebih lezat dibandingkan pesaingnya.

Rumiyin kula kedah milih kelapa sing sae-sae. Mboten sing sak entuk e. Yen mboten ngaten kula kalah kalih liya-liane, kalah enak rasane, kula mboten payu [Dulu saya harus memilih kelapa yang bagus-bagus. Tidak yang sedapatnya. Kalau tidak begitu saya kalah dengan yang lain, kalah enak rasanya, produk saya tidak laku],” katanya.

Baca juga: Mobil Warga Sukoharjo Terbakar Usai Mengisi Bahan Bakar di SPBU Begajah

Dengan pemilihan bahan baku berkualitas membuat usahanya terus berkembang hingga saat ini. Walaupun tidak menginginkan anaknya meneruskan usahanya, dia berpesan kepada generasinya, untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada pelanggan.

Kasihan dengan Pelanggan

Generasi kedua pembuat jenang yang juga anak Wito, Widiya Setyo Rahayu, 37, mengaku terpaksa meneruskan usaha ayahnya. Dia mengatakan dulunya tidak menginginkan melakoni pekerjaan itu. Widiya bahkan sebelumnya telah bekerja kantoran. Namun, keadaan memaksanya melanjutkan usaha ayahnya itu.

“Ini juga terpaksa, ya karena kasihan dengan pelanggan yang sudah berlangganan lama. Eman-eman juga kalau tidak diteruskan,” jelasnya  saat ditemui di lokasi yang sama, Senin. Namun dia mengaku tak menginginkan anak keturunannya meneruskan usaha itu. Pasalnya pembuatan jenang sendiri menguras tenaga dan waktu yang cukup lama.

Baca juga: Polisi Buru Truk yang Terabas Portal Underpass Makamhaji Sukoharjo

Widiya menyebut kondisi pandemi juga sempat membuatnya berhenti produksi selama satu bulan dan kehilangan omzet penjualan hingga 50 persen.

“Dulu sebelum pandemi ya bisa dibilang masih ada sisa [pendapatan], sekarang pandemi sudah mau hilang malah harga makin naik ya mepet sekali, soalnya kalau mau menaikkan harga juga belum bisa, pelanggan nanti lari,” jelasnya.

Ditemui terpisah, pembuat jenang lainnya di Kedunggudel, Sri Lestari, 54, mengaku saat ini mulai menurunkan produksi jenangnya. Dia mengatakan biasanya dia mampu membuat jenang sebanyak 20kg setiap hari. Kini produksi 20 kg jenang dia lakukan selama dua atau tiga hari lantaran sepinya pembeli .

Baca juga: Sukoharjo Gelar PTM 100 Persen Setelah Libur Lebaran Lur…

“Biasanya sehari 20 kg, sekarang dua tiga hari baru bikin. Kalau dihitung-hitung selama pandemi omzet berkurang bisa sampai 50 persen,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya, Senin lalu.

Selain itu, dia mengatakan saat ini tidak dapat menjual jenang kepada pelanggan yang melakukan hajatan. Menurutnya kini pelanggan hanya membeli dalam jumlah kecil, padahal jika ada orang yang melakukan hajatan, membuatnya mendapatkan untung lebih banyak.

Kini dia mengaku hanya menjual di kalangan terdekat saja. Sehingga membuatnya sulit menaikan harga, berbeda ketika penjualan kepada pencari oleh-oleh maupun orang yang akan melakukan hajatan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya