SOLOPOS.COM - Salah Asuhan (Youtube)

Ada 4 film klasik Indonesia yang memiliki makna mendalam dan layak ditonton untuk mengisi long weekend kali ini.

Solopos.com, JAKARTA — Kategori film klasik bisa diartikan adalah film jadul, film yang lahir pada era 1990-an. Banyak film-film Indonesia yang klasik ini memiliki makna yang mendalam dan memiliki pesan yang positif.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Dunia perfilman Indonesia jadul tidak melulu menceritakan kisah cinta, horor, atau masalah-masalah politik. Cerita yang ditampilkan lebih mengenai kehidupan sosial masyarakat saat itu. Film-film itu dikemas secara apik namun sederhana, sehingga pesan yang ingin disampaikan mengena di hati penonton.

Sebenarnya banyak film klasik Indonesia yang maknanya dalam dan juga bagus untuk ditonton. Namun, pada hari film nasional ke 68 yang jatuh pada 30 Maret, redaksi Bisnis/JIBI merangkum 4 film klasik Indonesia yang bisa anda tonton sambil menikmati long weekend. Apa saja?

1. Salah Asuhan

Film yang dirilis pada 1972 dan disutradarai oleh Asrul Sani ini diangkat dari novel berjudul sama karya Abdul Moeis yang terbit pada 1928. Film ini menjadi salah satu karya film terbaik di Indonesia. Dibintangi sederet aktor dan aktris legendaris di zamannya. Ada Ruth Pelupessy, Dicky Zulkarnaen, Rima Melati, dan Fifi Young.

Film ini menceritakan tentang sosok Hanafi, diperankan oleh Dicky Zulkarnaen, pemuda asal Sumatra Utara yang gagal menyelesaikan studinya di Eropa. Hanafi pun pulang ke kampungnya namun lupa jati dirinya sehingga kesulitan beradaptasi dengan adat istiadat tempatnya dilahirkan.

Masalah mulai semakin kompleks karena Hanafi ternyata jatuh cinta pada perempuan berdarah Prancis Corrie du Bussee, diperankan Ruth Pelupessy. Jelas hubungan keduanya ditentang oleh orang tua masing-masing. Hanafi akhirnya mengalah, dia bersedia menikah dengan Rapiah, diperankan Rima Melati, namun pernikahan mereka tidak bahagia.

Hanafi yang masih mencintai Corrie pergi ke Jakarta menyusulnya, dan keduanya kemudian menikah. Akan tetapi, rumah tangga mereka tak seindah cinta yang mereka bangga-banggakan. Mereka pun berpisah dan Hanafi pulang ke kampungnya.

2. Dimana Kau Ibu

Film yang mengandung pesan dampak buruk melakukan hubungan intim sebelum menikah atau kata gaulnya seks bebas ini dirilis pada 1973. Disutradarai oleh Hasmanan, Rano Karno kecil bermain apik memerankan Yatim, anak hasil hubungan gelap ibunya, Linda.

Film ini menceritakan tentang Linda yang mengandung dan melahirkan anak di luar nikah dengan kekasihnya. Sayang, sang kekasih yang seharusnya bertanggung jawab malah meninggal dunia karena kecelakaan.

Karena malu, ayah Linda mengatakan kepada Linda bahwa anaknya tidak selamat saat dilahirkan. Padahal, ayah Linda meminta adiknya untuk merawat dan membesarkan Yatim di Cirebon.

Yatim pun dibesarkan oleh pengasuh yang dibayar oleh kakeknya (ayah Linda) tanpa sepengetahuan Linda. Sayangnya, pengasuh Yatim sering berlaku kasar dan menggelapkan uang yang seharusnya digunakan untuk menghidup Yatim. Yatim yang tidak tahan kabur sendirian ke Jakarta.

Kakeknya yang tahu akan kondisi tersebut pun bertengkar dengan pengasuh Yatim dan akhirnya oleh Linda. Tak lagi ingin berbohong, Ayah Linda itu menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Linda menempuh perjalanan panjang demi bertemu kembali dengan Yatim yang menggelandang di Jakarta dan menjadi penyemir sepatu untuk bertahan hidup seorang diri.

Setelah begitu banyak usaha yang dilewati, mereka akhirnya dipertemukan di sebuah rumah sakit saat Yatim dirawat karena kecelakaan.

3. Badai Pasti Berlalu

Film bergenre drama musikal ini dirilis pada 1977, disutradarai oleh Teguh Karya yang diangkat dari novel berjudul sama karya Marga T terbitan maret 1974. Film ini mengisahkan tentang kisah cinta dan pergulatan batin Siska yang diperankan oleh Christine Hakim. Siska patah hati karena tunangan yang dicintainya membatalkan pernikahan mereka dan lebih memilih untuk menikahi perempuan lain.

Siska yang hancur hatinya memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan memilih hidup sendiri. Problema mulai muncul ketika Leo, sahabat Kakas Siska, Jhonny, mendekatinya demi memenangkan taruhan dengan teman-temannya. Siska mulai menemukan kebahagiaannya kembali saat dekat dengan Leo, dan Leo juga benar-benar jatuh hati kepadanya. Sayang kesalahpahaman muncul yang membuat keduanya tidak dapat bersatu.

Lalu, munculah Helmi, Seniman sekaligus Pegawai Night Club, seorang pemuda yang lincah, pandai merayu namun licik. Pergolakkan hati Siska bagai layaknya badai yang tidak karuan pun menghampirinya. Namun, seperti kata pepatah, Badai akhirnya pasti akan berlalu.

4. Daun di Atas Bantal

Daun di Atas Bantal dirilis pada 1998 disutradarai oleh Garin Nugroho. Film ini menceritakan tentang kisah nyata kerasnya kehidupan anak jalanan. Mengisahkan tentang tiga orang anak jalanan Yogyakarta, Sugeng, Heru, dan Kancil (diperankan mereka sendiri). Ketiganya berasal dari keluarga yang miskin.

Ketiga anak ini berusaha untuk mengeyam pendidikan agar terlepas dari kehidupan yang serba kekurangan. Mereka bekerja sebagai pengemis, menjual ganja dan melakukan pekerjaan jalanan lainnya.

Ketiga anak ini dibantuk oleh Asih, yang diperankan oleh Christine Hakim, seorang pelayan toko yang membiarkan ketiga anak kecil itu tidur di tempatnya bekerja. Setiap malam, mereka selalu memperebutkan bantal daun milik Asih. Sayang perjuangan keras mereka di jalanan berakhir tragis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya