SOLOPOS.COM - Bundaran Patung Pandawa di Solo Baru, Grogol, Sukoharjo. Warga di kawasan elite Solo Baru yang masuk ke dalam administrasi pemerintahan desa setempat diperkirakan tak banyak berpartisipasi dalam Pilkades mendatang karena merasa tak punya keterikatan dengan desa. (JIBI/SOLOPOS/Rohmah Ermawati)

Solopos.com, SUKOHARJO — Warga kawasan Solo Baru yang meliputi Desa Gedangan, Desa Madegondo, dan Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, patut berbangga. Tiga bupati yang memimpin Kabupaten Makmur setelah reformasi ternyata berasal dari wilayah itu.

Pada awal reformasi, Sukoharjo dipimpin oleh Bambang Riyanto selama dua periode yakni 2000-2005 dan 2005-2010. Kediaman pribadi Bambang Riyanto di kompleks perumahan wilayah Solo Baru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tongkat estafet kepemimpinan dilanjutkan Wardoyo Wijaya yang juga berdomisili di Solo Baru. “Rumah Pak Bambang dan Pak Wardoyo sangat dekat. Mungkin hanya beda blok perumahan. Jaraknya mungkin kurang dari 200 meter,” papar tokoh masyarakat Desa Langenharjo, Haryadi, saat ditemui Solopos.com di kediamannya, Rabu (17/11/2021).

Baca Juga: Petani Sukoharjo Usulkan Penutupan Dam Colo Digeser Mei-Juni, Kenapa?

Bupati yang saat ini menjabat, Etik Suryani, merupakan istri Wardoyo Wijaya, juga berdomisili di Solo Baru. “Jadi ada tiga bupati yang berasal dari Solo Baru pada era reformasi hingga sekarang,” imbuh Haryadi.

Haryadi bercerita pada era 80-an, lokasi perumahan Bambang Riyanto dan Wardoyo Wijaya menjadi lokasi film Sunan Kalijaga. Di perumahan tersebut menjadi lokasi adegan aktivitas Sunan Kalijaga di masjid. Sunan Kalijaga menunaikan salat dan bersembahyang di dalam masjid.

Pembuatan Film

“Saat itu, belum ada pembangunan fisik. Pembuatan film dilakukan jauh sebelum PT PSP [Pondok Solo Permai] berinvestasi di sini. Saya tidak tahu pastinya. Mungkin ada pengaruh tuah masjid sebagai kepala daerah di Sukoharjo,” paparnya.

Baca Juga: Tanah Kas 14 Kelurahan Kecamatan Sukoharjo Dilelang, Berapa Harganya?

Haryadi menceritakan sejarah terbentuknya Solo Baru tak bisa dilepaskan dari PT Solo Pondok Permai (PSP) yang melakukan pengadaan lahan dan sawah milik masyarakat dan tanah kas desa di sejumlah desa yang berbatasan dengan Kota Solo.

Awalnya, PT PSP mengincar lahan dan sawah milik masyarakat di tiga desa yang letaknya tak jauh dari Kota Bengawan. “Mulai dari Tanjung Anom ke selatan hingga Patung Kuda dulu semuanya sawah. Termasuk arah ke barat atau RS dr Oen Solo Baru. Itu juga sawah,” kata Haryadi.

Baca Juga: Puluhan Siswa-Guru SMPN 4 Polokarto Dites Swab PCR, Ada yang Positif?

Mantan anggota DPRD Sukoharjo periode 1999-2004 itu menyampaikan PT PSP lantas membeli sawah milik masyarakat seluas puluhan hektare. Termasuk tanah kas desa juga ikut menjadi bagian dari pengembangan Solo Baru. Awalnya, PT PSP membangun beberapa unit rumah di wilayah Desa Madegondo.

“Kemudian muncul payung hukum khusus yang mengatur kawasan Solo Baru, yakni Perda No 6/1991 tentang Solo Baru. Nama Solo Baru kian populer setelah perda disahkan. Sebelumnya, belum banyak warga Soloraya yang paham nama Solo Baru,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya