SOLOPOS.COM - Waduk Nglangon

Solopos.com, GROBOGAN — Dalam benak pikiran kebanyakan orang, mungkin sudah umum jika menyebutkan Waduk Gajah Mungkur (WGM) di Kabupaten Wonogiri dan Waduk Kedungombo (WKO) di perbatasan Kabupaten Boyolali, Grobogan, dan Sragen sebagai waduk pertama di Indonesia. Namun sebenarnya kedua waduk tersebut bukanlah waduk yang pertama yang dibangun di Indonesia.

Melalui unggahan di laman Instagram @infogrobogan.id yang dikutip Sabtu (26/3/2022), terungkap bahwa waduk yang kali pertama dibangun di Indonesia adalah Waduk Nglangon yang berlokasi di Desa Kradenan, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Waduk Nglangon dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada periode tahun 1911 hingga 1914 yang diperuntukkan untuk masyarakat Nglangon agar mendapatkan pengaliran air dengan mudah. Sebenarnya, bendungan ini tidak memiliki sumber air sendiri melainkan berasal dari aliran air pegunungan di sekitarnya yang kemudian ditampung dalam bendungan tersebut.

Baca Juga: Berbau Harum, Makam Amangkurat I di Tegal Jadi Tempat Ngalap Berkah

Sarana Tanam Paksa di Masa Hindia Belanda

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Solopos.com, air yang ditampung dalam bendungan tersebut kemudian dialirkan ke aliran sawah-sawah petani untuk membantu perairan sawah mereka. Namun, sayangnya Pemerintah Hindia Belanda saat itu licik. Alih-alih membangun bendungan yang diperuntukkan untuk warga sekitar tapi hasil panen dari pertanian rakyat selalu diambil oleh pemerintah Hindia Belanda dan para petani tidak diberikan apa pun.

Hal ini adalah salah satu metode tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada rakyat pribumi kala itu. Pembangunan waduk ini tidak menggunakan alat-alat berat seperti sekarang, melainkan dengan cara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Alat-alat yang digunakan saat itu di antaranya cangkul, sekop bambu, linggis dan lain sebagainya.

Lagi-lagi, dalam pembangunan bendungan ini juga mengerahkan tenaga rakyat pribumi yang dikenal dengan sistem kerja rodi hingga banyak korban yang berjatuhan. Apakah mayat para korban kerja rodi pembangunan waduk dikuburkan massal di waduk tersebut? Hal ini masih menjadi misteri yang belum terjawab.

Baca Juga: Angker! Rumah Spanyol Semarang, Lokasi Syuting Film Horor Suzzanna

Proses Renovasi Tahun 1978 dan 1995

Waduk ini memiliki tinggi 14,80 meter di atas dasar sungai, 21 meter di atas galian, dan panjang 440 meter. Volume airnya pun berbeda-beda. Saat musim hujan bisa mencapai 2,50 juta meter kubik dan normalnya volume air bendungan tersebut adalah 2,104 juta meter kubik. Bendungan ini mampu mengairi lahan pertanian yang luasnya mencapai 750,00 hektare (ha).

Bendungan Nglangon ini sudah mengalami dua kali proses renovasi. Renovasi yang pertama di tahun 1978 namun gagal sehingga bangunan reparasi dibongkar. Renovasi kedua terjadi pada 1995, renovasi saat itu berupa pemberian batu-batu sebagai penguat bendungan agar tidak terjadi kelongsoran akibat air waduk.

Pada 2012, kawasan waduk diberi fasilitas penerangan lampu di jalan di sekeliling bendungan. Selain itu dilakukan pula proses pengaspalan jalan. Pada 2019 silam, waduk ini diresmikan oleh Bupati Kabupaten Grobogan, Sumarni. Sejak saat itu, bendungan Nglangon mengalami perubahan luar biasa di mana yang awalnya terbengkalai dan menjadi tempat pemancingan biasa, kini waduk tersebut menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Grobogan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya