SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Lahan pertanian seluas 1.988 hektare yang berada di wilayah Kecamatan Kedawung dan Karangmalang, Sragen, tidak mendapat pasokan air irigasi dari Waduk Botok sejak 22 Mei 2019 lalu.

Waduk yang terletak di wilayah Desa Mojodoyong, Kedawung, Sragen, mengering dan debitnya tinggal 450 liter per detik yang hanya cukup untuk mengairi maksimal 500 hektare.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal total lahan pertanian yang dialiri air dari Waduk Botok mencapai 2.488 hektare. Para petani masih beruntung karena umur tanaman padi mereka mendekati masa panen dan sebagian sudah mulai panen. Praktis pada musim tanam III para petani tidak bisa menanam padi.

Penjelasan itu disampaikan Operator Pintu Waduk Botok, Sutrisno, saat ditemui Solopos.com di pos penjagaan Waduk Botok, Sragen, Minggu (9/6/2019). Sutrisno menjelaskan sumber air Waduk Botok selain menampung air hujan juga sebagai penerima suplai air dari delapan bendungan yang ada di wilayah Kabupaten Karanganyar yang hulunya berada di Kemuning. Dia menerangkan luas waduk yang mencapai 15 hektare itu hanya mampu menampung air maksimal 1.250 liter per detik.

“Padahal potensinya mencapai 2.000 liter per detik. Saat hujan deras di hulu, maka debitnya bisa sampai 5.000 liter per detik. Artinya, saat musim penghujan banyak air yang dibuang sementara saat kemarau kekurangan air seperti sekarang ini. Kekurangan airnya itu disebabkan adanya pengambilan air untuk kebutuhan air bersih oleh perusahaan milik pemerintah dan oleh pengusaha air bersih keliling. Dampaknya irigasi untuk petani menjadi berkurang,” ujarnya.

Dia mengungkapkan keringnya waduk buatan 1940 ini terhitung maju sebulan dari kondisi tahun-tahun sebelumnya. Dia menyampaikan pada tahun-tahun sebelumnya waduk mengering mulai Juli-Agustus tetapi sekarang Mei-Juni sudah mengering.

Sutrisno menyatakan setelah Waduk Gondang di Karanganyar dioperasionalkan maka kebutuhan irigasi pertanian di Sragen menjadi terjamin karena air yang terbuang saat musim penghujan bisa tertampung di Waduk Gondang itu.

Sutrisno melanjutkan total layanan irigasi Waduk Botok mencapai 16 desa plus Desa Botok di wilayah Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar. Dia mengatakan debit sekarang tinggal 450 liter per detik dan dengan debit itu maksimal hanya bisa mengairi 500 hektare untuk desa-desa di sekitar Waduk Botok.

“Para petani yang belum panen hanya mengandalkan hujan atau sumur pantek. Ada juga beberapa bagian tanaman padi yang mengering dan tidak bisa dipanen karena kekurangan air. Kalau gagal panen total tidak ada, hanya hasilnya kurang maksimal,” tuturnya.

Seorang petani asal Dukuh Selorejo Kulon, Mojokerto, Kedawung, Sragen, Narto Narman, 65, menyampaikan umur padinya sudah 70 hari dan tinggal dua pekan lagi bisa panen. Selama dua pekan itu, Narto membutuhkan banyak air untuk tanaman padinya.

“Ya, saya mengandalkan beli air untuk mengairi air atau menyedot air dari saluran irigasi dari Waduk Botok. Biasanya saya beli air Rp25.000-Rp50.000 per seperempat hektare. Kalau satu hektare ya butuh dana sampai Rp100.000-Rp200.000,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya