SOLOPOS.COM - Staf Advokasi LBH Jogja menunjukkan data murid yang belum mengambil ijazah di sejumlah jenjang pendidikan di wilayah DIY, Selasa (9/11/2021). - Harian Jogja/Yosef Leon

Solopos.com, JOGJA — Ribuan pelajar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diduga menjadi korban pungutan liar (pungli) dari pihak sekolah. Imbasnya, ribuan pelajar yang berasal dari jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), hingga sekolah menengah kejuruan (SMK) itu kesulitan mendapatkan ijazah karena ditahan pihak sekolah.

Pungli yang dialami ribuan pelajar itu rata-rata berkedok sumbangan sukarela yang diterapkan pihak sekolah. Meski demikian, dalam praktiknya sumbangan itu besar nilai dan waktu pembayaran ditentukan sekolah dengan kisaran Rp500.000 hingga Rp2 juta per murid.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Salah seorang wali murid, Robani, mengatakan pungli berkedok sumbangan itu diberitahukan kepada wali murid saat pertama kali masuk sekolah. Wali dan orang tua murid diberitahu soal kebijakan sumbangan peningkatan pendidikan yang waktu dan nilainya telah ditentukan oleh pihak sekolah. Perincian sumbangan itu terdiri dari berbagai macam seperti sumbangan peningkatan pendidikan, seragam sekolah, sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), dan lain-lain.

Baca juga: Ijazah Ditahan, Pelajar Bobol Sekolah

“Dalam sosialisasi pertama itu, sekolah mengemukakan soal RAPBS [Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah] habisnya sekian, kekurangannya sekian. Kemudian, kekurangan itu dibagi sejumlah murid dan ketemu sekian juta per murid dan ditambah lagi SPP. Padahal sejak 2017 SPP telah dihapus,” ujar Robani di LBH Jogja, Selasa (9/11/2021).

Tak Bisa Diberantas

Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Yuliani Putri Sunardi, mengatakan penarikan sumbangan seperti pungli praktik sumbangan berkedok pungli seakan tak bisa diberantas habis di wilayah DIY. Selalu saja ada kasus baru yang muncul ke permukaan meski instansi terkait telah melarang.

Pada beberapa kasus, murid yang tidak mampu membayar berimbas pada penahanan ijazah. Hal ini mengakibatkan keberlanjutan jenjang pendidikan murid terganggu, apalagi di jenjang SMK. Dia mengklaim bahwa fenomena ini justru terjadi di sekolah negeri dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.

“Misalnya ada sekolah yang bilang bahwa sumbangan akan digunakan buat pembangunan gapura, pembayaran GTT (guru tidak tetap) dan PTT (pegawai tidak tetap). Apalagi ijazah, itu kalau ditagih bilangnya kalau berkas belum dicap tiga jari. Padahal murid sendiri mengaku tidak diberi akses untuk cap tiga jari kalau uang sumbangan belum lunas. Kalau bahasanya sumbangan tentu tidak ditentukan. Ini sumbangan rasa pungli jadinya,” kata Yuliani.

Baca juga: Selain Membuat Kualitas Pendidikan di DIY Turun, Pandemi Covid-19 juga Mereduksi Pola Pikir Siswa

Ia menyatakan, per 1 November kemarin ada sebanyak 1.080 murid SMK di Kota Jogja yang belum menerima ijazah. Dan total ada sebanyak 1.139 murid SMA dan SMK khsusus di Kota Jogja yang tertahan ijazahnya akibat praktik tersebut. Jumlah ini belum digabung dengan ijazah murid lain yang juga tertahan di sejumlah SMP, SMA, maupun SMK di kabupaten lainnya di wilayah Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya