SOLOPOS.COM - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim (kedua dari kanan) bersama Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kanan), General Manager Head of Corporate Communication PT Astra International Tbk, Boy Kelana Soebroto (tengah), meninjau ruang praktik siswa yang sudah selesai direnovasi di SMK Negeri 2, Solo, Senin (13/9/2021). (Solopos.com/Nicolous Irawan)

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengaku geram kepada banyak daerah karena masih melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan alasan pandemi Covid-19.

Padahal, kondisi sekolah di daerah itu tidak memungkinkan melaksanakan PJJ. Nadiem mengatakan beberapa daerah tidak memiliki sarana dan prasarana yang baik untuk belajar secara online. Tetapi, mereka tetap memaksakan diri menutup sekolah dengan alasan pandemi Covid-19.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya sudah hampir delapan bulan ini banting-banting meja terus. Pergi ke daerah untuk segera melaksanakan PTM terbatas. Saya suka marah setiap kali ada berbagai daerah yang mungkin koneksi internet dan gawai saja tidak ada. Tapi, sekolah itu diperbolehkan PJJ. Artinya dia tidak sekolah. Harusnya daerah tidak melakukan itu,” kata Nadiem dalam diskusi virtual seperti dikutip dari suara.com Selasa (28/9/2021).

Baca Juga: Siswa SMP Sukoharjo Kembali Belajar Jarak Jauh, Kenapa?

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menyebut anak-anak Indonesia sudah sangat terancam ketinggalan pelajaran dan kesehatan mental karena selama 1,5 tahun terakhir belajar online. Saat ini, lanjut Nadiem, sudah ada 40 persen sekolah di Indonesia membuka pembelajaran tatap muka terbatas. Namun menurutnya itu masih sangat sedikit.

“Jadi ini dampak psikologis, dampak kesepian. Itu juga menjadi bagian daripada kemampuan anak-anak menjadi terbuka terhadap pembelajaran. Alhamdulillah sudah 40 persen sekolah mulai tatap muka. Tapi itu masih angka yang sangat kecil. Jadinya kalau tidak mau semakin ketinggalan lagi ya anak-anak harus PTM terbatas dengan protokol kesehatan yang teraman di masing-masing daerah,” ungkap Nadiem.

Nadiem juga menjelaskan sekolah-sekolah di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Dia mendasarkan itu dari hasil asesmen nasional (AN) yang telah dilakukan beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Puluhan Mahasiswa Jateng Belajar Literasi Berita Bareng AMSI

“Kami belum tahu seberapa tertinggal dengan luar negeri. Harus melihat PISA. Tapi paling tidak breakdown hasil dapat dilihat dari hasil AN. Asesmen Nasional untuk mengukur literasi, numerasi, dan pendidikan karakter. AN juga digunakan memetakan dan mengukur ketertinggalan,” tambah Nadiem seperti dikutip dari detikcom.

Selama pandemi, Nadiem juga memberikan opsi menggunakan kurikum darurat. Menurut riset, penggunaan kurikulum darurat menunjukkan secara signifikan lebih kecil ketertinggalan. Nadiem menegaskan akan mendalami dahulu riset tersebut.

Dalam kesempatan itu, Nadiem kembali mengimbau pemerintah daerah membuka sekolah tatap muka. “Opsi sekolah menggunakan kurikulum darurat. Jadi secara spesifik tidak lebih ketinggalan. Ternyata 36% sekolah-sekolah menggunakan kurikulum ini,” ungkap Nadiem.

Baca Juga: Pemilihan Peserta PTM di Wonogiri Dilakukan Selektif

Pemerintah pusat mulai mengizinkan daerah dengan level tiga hingga satu untuk membuka sekolah. Pemerintah daerah diizinkan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka terbatas.

Penetapan sekolah tatap muka ini diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, Level 2 Coronavirus Disease 2019 di wilayah Jawa dan Bali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya