SOLOPOS.COM - Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kanan), didampingi kader Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD) saat meninjau anak balita dengan stunting di Gilingan, Banjarsari, Solo, Jumat (27/5/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 1.103 keluarga atau lebih dari 50% dari total 2.085 keluarga di Kelurahan Gilingan, Banjarsari, Solo, berisiko stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak yang bisa mempengaruhi kondisinya saat dewasa nanti.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Solo, Purwanti, saat diwawancarai Solopos.com di Kelurahan Gilingan, Jumat (27/5/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia memerinci keluarga yang berisiko stunting, yakni keluarga yang tidak memiliki sumber air utama yang layak sebanyak 41 keluarga. Kemudian keluarga yang tak memiliki jamban yang layak ada 399 keluarga.

Selanjutnya istri terlalu muda atau berusia kurang dari 20 tahun ada delapan keluarga, istri berusia 35-40 tahun 525 keluarga, kelahiran anak terlalu dekat atau dua tahun sebanyak 20 keluarga. Terakhir terlalu banyak anak di atas tiga anak sebanyak 446 keluarga.

Dengan data itu, Kelurahan Gilingan menjadi fokus perhatian Pemkot Solo dalam upaya mewujudkan zero stunting 2024. Upaya itu melalui gerakan bersama cegah stunting atau Gerbak Stunting atau dengan mengunjungi keluarga berisiko stunting di 22 kelurahan lokus stunting.

Baca Juga: Angka Stunting Solo Tertinggi Kedua Se-Jateng, Ini Kata Selvi Ananda

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka ikut hadir mengunjungi warga untuk membantu memberikan edukasi dan solusi atas permasalahan yang bisa menyebabkan adanya kasus stunting di masing-masing keluarga.

“Kasus di Gilingan cukup tinggi dan mengalami kenaikan,” kata Purwanti, lalu menambahkan hasil pengukuran kasus stunting naik dari 7,37 persen pada Agustus 2021 menjadi 9,55 persen Februari 2022.

Faktor Risiko

Dia mengatakan KB merupakan salah satu faktor risiko stunting, di antaranya jarak persalinan dekat dan tidak menjalani KB. Selama ini dinasnya menggarap aspek KB.

Baca Juga: Kunjungi Warga Solo, Gibran Dapati Bayi Stunting, Bergejala TBC Pula

Koordinator Balai Penyuluh KB Kecamatan Banjarsari, Sarsuti, yang juga ditemui di wilayah risiko stunting Gilingan, Solo, menjelaskan sejumlah tantangan pasangan tak mau KB di Banjarsari. Salah satunya suami tidak mendukung.

Selain itu, lanjut dia, kurangnya pengetahuan pasangan mengenai KB, keluarga yang punya satu anak kemudian pengin punya cucunya banyak, dan pengaruh kepercayaan agama tertentu.

“Yang paling sulit kesadarannya kurang. Menganggap banyak anak banyak rezeki itu juga bisa,” ungkapnya. Dia mengatakan upaya yang dilakukan penyuluh KB maupun para kader dengan tindakan preventif menyasar remaja untuk edukasi KB.

Baca Juga: Pemkot Solo Targetkan Nol Kasus Stunting pada 2024, Begini Caranya

Sementara upaya preventif stunting menyasar calon pengantin, ibu hamil, dan keluarga dengan anak di bawah usia dua tahun. “Anak yang pertumbuhannya tidak sesuai ukuran mereka baru nanti intervensinya bersifat bantuan. Sebelum itu kan tindakan preventif,” ujarnya.

Sarsuti menambahkan ada pasangan yang melakukan persiapan menikah dari prawedding sampai menikah secara baik. Namun kesiapan diri akan hamil dan melahirkan belum terpikir. Seharusnya pasangan berencana sejak awal supaya mendapatkan generasi yang lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya