SOLOPOS.COM - ilustrasi (google img)

ilustrasi (google img)

SEMARANG--Sedikitnya 30 orang pembantu rumah tangga (PRT) di Semarang menjadi korban tindak kekarasan dari majikan. Aktivis Perhimpunan Studi dan Advokasi Anak Indonesia (Perisai) Semarang, Nyutiani, mengatakan kasus kekerasan terhadap PRT ini berupa fisik dan psikologis.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

“Kekerasan fisik misalnya ditampar sampai dipukul oleh majikan,” katanya di Semarang, Minggu (24/6/2012).

Sedang bentuk kekerasan psikologis yang dialami PRT, lanjut ia, dibentak, dihina, sampai pelecehan seksual dan tindak perkosaan. Menurut dia, berdasarkan data Perisai, dari Januari-Mei 2012, tercatat telah terjadi 30 kasus tindak kekerasan yang menimpa PRT.

“Kasus yang terungkap ini hanya di permukaan saja, tapi ibarat gunung es yang tak tampak jumlahnya bisa lebih banyak,” ujarnya.

Sebab, ujar Nyutiani, PRT yang berasal dari desa lebih banyak memilih diam, takut melaporkan tindak kekerasan yang menimpanya. “Mereka takut dipecat oleh majikannya bila melaporkan kepada pihak luar atau polisi,” tandasnya.

Selain mengalami tindak kekerasan, sambung ia, tingkat kesejahteraan PRT  juga masih belum memadai karena gajinya minim. Gaji PRT di Semarang rata-rata antara Rp400.000-Rp500.000 per bulan. Padahal beban pekerjannya cukup berat, dari menyapu, mencuci an menyetrika pakaian, sampai mengasuh anak majikan.
”Jam kerja PRT juga lebih dari delapan jam sehari. Di atas ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap PRT di Semarang, ujar Nyutiani, Perisai telah membentuk serikat pekerja PRT Mandiri Semarang.
Serikat pekerja ini, memberikan advokasi dan pendampingan terhadap PRT yang mengalami tindak kekerasan. ”Serikat pekerja PRT Mandiri Semarang juga memberikan pendidikan dan organisasi,” katanya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Semarang, Ikhwan Pariyanto menyatakan belum ada payung hukum terhadap para PRT.

”PRT bukan sektor pekerja nonformal, sehingga kalau terjadi kasus yang menimpanya, kami tak bisa ikut melakukan mediasi,” ujar dia. Menurut Ikhwan, pemerintah pusat sedang menyusun rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Terhadap PRT.

”Kami pernah dimintai pendapat pemerintah pusat masalah PRT di Semarang. Tapi kapan rampungnya RUU itu belum tahu,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya