SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo saat meninjau vaksinasi di Balikpapan. (Foto: Tangkapan layar YouTube Setpres)

Solopos.com, JAKARTA–Isu amendemen UUD 1945 tentang jabatan presiden tiga periode kian panas. Semakin banyak dibantah semakin ramai diperbincangkan.

Sebagian politikus yang kebanyakan propemerintah meragukan amendemen pasal tersebut bisa terwujud. Namun politikus oposisi menilai isu itu bisa terwujud.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga: Sekjen DPR Bikin Kontroversi Lagi, Dulu Usulkan Hotel Isoman, Kini Rp2 Miliar untuk Multivitamin 

Apalagi Presiden Joko Widodo beberapa hari terakhir aktif bertemu tokoh-tokoh partai baik yang ada di parlemen maupun nonparlemen.

Ekspedisi Mudik 2024

Pro kontra isu itu juga dibahas dalam dalam diskusi bertajuk Nasib Pemilu 2024 di Tengah Wacana Amendemen yang diselenggarakan Bagian Pemberitaan DPR di Gedung Nusantara III hari ini, Kamis (2/9/2021).

Tampil jadi pembicara pada diskusi itu Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia (Faksi Golkar), Yanuar Prihatin (Fraksi PKB), dan pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing.

Tidak Haram

Menurut Yanuar, sepanjang aturan yang ada belum berubah maka wacana amendemen tidak “haram” untuk dibicarakan. Bahkan bergulirnya isu amendemen terkait masa jabatan presiden boleh-boleh saja dibicarakan.

“Karena itu, dalam kaitan dengan proses persiapan pemilu, PKB dan saya berpendapat seluruh partai pegangannya cuma satu. Sepanjang undang-undang belum berubah, kita tidak bisa mengandai-andai soal amendemen,” ujarnya.

Yanuar mengingatkan, tidak mudah untuk melakukan amendemen karena butuh persiapan yang panjang dan proses yang rumit.

Saat ini saja, misalnya, draf  Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) masih dalam proses pembahasan di badan pengkajian MPR.

Tak Mudah Disepakati

Soal perpanjangan masa jabatan presiden tidak mudah untuk disepakati. Selain memakan banyak anggaran, waktunya juga terbatas.

“Belum lagi kondisi saat ini ketika masyarakat masih dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang sulit ditebak kapan akan berakhir. Selain persiapannya harus jauh-jauh hari, tingkat kerumitannya juga tinggi,” katanya.

Emrus menyebut, pertemuan Presiden Jokowi dengan parpol pendukung maupun yang bukan pendukung pemerintah tidak otomatis berimplikasi pada wacana amendemen.

Baca Juga: Solopos Hari Ini: Wisata Dibuka Tetap Waspada

Dia menilai, Presiden lebih menitikberatkan pada pembahasan persoalan bangsa, termasuk soal ekonomi dan penanganan pandemi Covid-19 yang lebih perlu mendapat perhatian.

Menurutnya, hingga kini belum ada institusi yang secara resmi mengusulkan amendemen sekalipun untuk membentuk PPHN, apalagi soal masa jabatan presiden.

Baru Perorangan

Dia melihat yang ada baru wacana dari tokoh perorangan, bukan institusi.

Isu amendemen UUD 1945 bergulir setelah Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan partai pendukung pemerintah.

Manuver itu membuat partai pemerintah yang terdiri dari tujuh parpol menguasai 471 kursi di DPR atau 82 persen dari 575 anggota DPR.

Jumlah ini cukup untuk melakukan amendemen melalui MPR. Selain itu, Presiden Jokowi juga mengundang parpol non-pemerintah.

Bisa Diubah

Wakil Ketua PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa secara konstitusi UUD 1945 bisa diubah.

“Mengacu pada Pasal 37. Ini karena konstitusi negara, beda dengan kitab suci yang tidak bisa diubah,” katanya, Kamis (2/9/2021).

Meski begitu, amendemen harus sesuai kehendak rakyat. Tidak boleh hanya berlandaskan kepentingan politik.

Amendemen UUD 1945, tambah Yoga, berkaitan dengan rekomendasi MPR periode sebelumnya yang ingin agar pembahasan dilanjutkan oleh wakil rakyat setelahnya.



Baca Juga: DPR Minta Kemenag Upayakan Ibadah Haji 2022 

“Di tengah kondisi yang sulit, kemudian negara dalam proses pemulihan, menurut kami situasi saat ini lebih baik ditunda dulu karena kita sedang dalam persoalan besar,” jelasnya.

Daripada menjadi bola liar, PAN melalui Ketua Umum Zulkifli Hasan meminta untuk dihentikan sementara. Dikhawatirkan bisa muncul saling curiga dan sumber konflik baru.

Salah satu kecurigaan itu adalah penambahan jabatan presiden maksimal menjadi tiga periode. Sikap PAN sama seperti Presiden Joko Widodo yaitu menolak.

“Waktu itu sudah ada video resmi dari Biro Sekretariat Presiden bahwa beliau tidak bersedia dan menolak. Presiden sudah katakan barang siapa yang ingin mengajukan menjadi presiden tiga periode itu cari muka, menampar muka saya, dan menjerumuskan saya,” kutip Yoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya