SOLOPOS.COM - Bus pariwisata dikawal voorijder. (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Bus pariwisata dikawal voorijder. (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Hujan lebat yang mengguyur Jogja sore itu tinggal menyisakan gerimis. Kendaraan mengular di perempatan ring road Condongcatur dari semua arah. Wajar, jam pulang kerja kantor. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Joko Nugroho, Andreas Tri Pamungkas, Gilang Jiwana, MG Noviarizal & Ujang Hasanudin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di saat para pengguna kendaraan bersabar antre menunggu lampu hijau, tiba-tiba terdengar suara sirine dari arah Selatan dan menerjang lampu merah untuk berbelok ke kanan. Kontan saja kendaraan dari arah barat yang seharusnya mendapat jatah jalan terpaksa mengalah meski sudah antre sekian lama.

Tetapi bukan rombongan pejabat yang lewat. Bukan pula ambulance atau rombongan kendaraan dalam jumlah besar. Hanya sebuah bus wisata yang dikawal voorijder. “Manja benar, hanya satu bus minta voorijder hingga yang lain harus mengalah,” tak urung kalimat bernada keluhan itu keluar dari sejumlah pengguna jalan.

Ekspedisi Mudik 2024

Diakui atau tidak penggunaan voorijder saat ini kian tidak jelas. Semua orang seolah-olah bisa menggunakan fasilitas itu. Kerap voorijder meraung-raung minta jalur di tengah kemacetan padahal hanya mengawal satu atau dua kendaraan.  Bagi mereka yang menggunakan tentu saja senang-senang saja. Tetapi bagi yang lain, hak akan kelancaran lalu lintas menjadi terganggu.

Kepala Bidang Lalu Lintas, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Sleman, Sulton Fatoni mengaku sedih jika iring-iringan yang dikawal kadang hanya sejumlah kendaraan yang tidak penting. Misalkan saja rombongan club motor atau mobil yang akan mengunjungi tempat wisata dimana mereka akan mengatakan gathering tahunan.

“Urgensinya kan tidak ada, namun ada juga yang akhirnya mendapatkan pelayanan voorijder itu. Bagi saya itu malah membuat macet dan merugikan pengguna jalan lain yang jelas-jelas memiliki hak yang sama,” tandas Sulton saat dihubungi Harian Jogja, akhir pekan lalu.
Sulton menambahkan, memang tidak ada batasan mengenai pelayanan voorijder ini. Semua bisa meminta bantuan pengawalan khusus di jalan raya ini asalkan izin dengan pihak terkait.

“Kami berharap ada pengurangan pengawalan voorijder di jalan-jalan raya di Sleman. Ada baiknya pelayana semacam ini diberikan kepada mobil pemadam kebakaran, ambulans atau rombongan pejabat serta tamu kenegaraan saja, selebihnya diharapkan untuk dikurangi,” tandas Sulton.
Sesuai UU No 22/1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, salah satu tugas polisi memang melakukan pengawalan. Tetapi apakah semua bisa menggunakan fasilitas ini?

Dalam Pasal 134 disebutkan pengguna jalan yang memperoleh hak didahulukan hanya beberapa yakni kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas,  ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan negara, pejabat asing, konvoi untuk kepentingan tertentu.

Dalam kondisi tersebut seusi Pasal 135 polisi harus memberikan pengawalan dan menggunakan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirine. Dalam kondisi ini lampu lalu lintas juga bisa diabaikan. “Tetapi kalau konvoi motor besar atau pengantin masa harus didahulukan? Kan tidak,” kata Budi lagi.

Meski ada aturan tentang tersebut, polisi memang memberi keleluasaan bagi semua pihak yang akan menggunakan pengawalan. Aturan konvoi untuk kepentingan tertentu dijadikan alasan polisi membolehkan semua orang menggunakan fasilitas tersebut.

Di Polres Sleman, selama 2012 ada ratusan pengawalan pejabat negara maupun masyarakat biasa oleh Satlantas Polres Sleman. Namun sayangnya data itu tidak tercatat dengan alasan banyak permintaan yang terkadang mendadak.

Petugas di Bagian Operasional Satlantas Polres Sleman hanya menyampaikan secara lisan bahwa voorijder yang secara resmi mengajukan surat ada sekitar 100-200 selama 2012. Namun permintaan yang mendadak lebih dari 300 permintaan tak tertulis.  “Tidak ada data riil. Tiap ada kawal tetap buatkan sprin. Ada yang minta secara lisan ada yang tertulis,” kata salah satu petugas di KBO Satlantas Sleman.

Kasat Lantas Polres Sleman AKP Ahmad Nanang Wibowo mengakui banyak permohonan voorijder yang mendadak seperti tamu negara yang datang tiba-tiba, iring-iringan jenazah, bahkan rombongan sepak bola. “Terkadang pejabat yang mendadak minta voorijder dan yang mengawal personel tertentu ya harus berangkat,” katanya, Jumat (14/12/2012).

Kepala Unit (Kanit) Patroli dan Pengawalan (Patwal) Satlantas Polres Kulonprogo, Iptu Dwi Yulianto menjelaskan sesuai UU yang berhak mendapatkan prioritas voorijder biasa merupakan pejabat VVIP seperti presiden, dan pejabat negara lainnya. Selain itu ada juga acara kemasyarakatan yang sekiranya membutuhkan pengawalan di jalan raya.”Termasuk instansi pemerintah seperti dinas-dinas,” kata Dwi. Dan fasilitas itu diklaim gratis tanpa dipungut biaya.

Setali tiga uang Kaplores Gunungkidul, AKBP Ihsan Amin juga menegaskan pengawalan polisi sifatnya gratis.  Menurutnya, masyarakat yang ingin menggunakan layanan voorijder tinggal mengirimkan surat permohonan yang berisi keperluan pengawalan, serta waktu dan tanggal. Nantinya pihak Polres akan mempertimbangkan apakah surat permohonan tersebut layak ditindaklanjuti.

Layak tidaknya sebuah permohonan ditindaklanjuti menurut Ihsan tergantung pada seberapa penting permintaan tersebut. “Kalau untuk pernikahan misalnya, akan kami kaji. Bila dirasa memerlukan pengawalan karena faktor keamanan dan kecepatan, maka akan kami setujui” paparnya.

Ihsan menegaskan pelayanan voorijder tidak memerlukan biaya sepeserpun. “Cukup bawa surat permohonan dan nanti akan kami proses,” tuturnya.

Tetapi hampir semua yang pernah menggunakan fasilitasi ini menyatakan membayar ratusan ribu. Rian, 25,  salah satu pengguna jasa voorijder mengaku harus membayar polisi saat minta pengawalan untuk konvoi kendaraan. Untuk biaya di area Jogja, Rian mengaku membayar Rp100.000-Rp250.000  per mobil. Sementara untuk keluar daerah bisa sampai Rp1 juta. “Tergantung nego dengan polisi” akunya.

Entah mana yang benar?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya