SOLOPOS.COM - Terpidana kasus pemerkosaan 13 santriwati Herry Wirawan. (ANTARA/HO-Kejati Jawa Barat)

Solopos.com, BANDUNG—Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan pelaku pemerkosaan 13 santriwati bukanlah merupakan solusi bagi korban kekerasan seksual.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya,” kata Maidina ketika mengutip ucapan UN High Commissioner for Human Rights Michelle Bachelet, seperti dikutip dari Antara.

 Baca Juga: Kapan Herry Wirawan Dihukum Mati? Begini Prosedurnya

Ia mengutarakan tidak ada satu pun bukti ilmiah yang menyebutkan pidana mati dapat menyebabkan efek jera, termasuk di dalam kasus perkosaan.

Lebih lanjut, di dalam putusan ini, hakim menyatakan bahwa restitusi dijatuhkan sebagai upaya memberikan efek jera kepada pelaku. Padahal, restitusi seharusnya diposisikan di dalam diskursus hak korban, bukan penghukuman terhadap pelaku.

“Jika mengikuti logika berpikir ini, hakim akan menghadapi pembatasan di dalam Pasal 67 KUHP, yang melarang penjatuhan pidana tambahan lain kepada terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup,” kata Maidina.

 Baca Juga: Pemerkosa 13 Santriwati Herry Wirawan Divonis Mati PT Bandung

Hal ini yang di dalam putusan lalu menjadi masalah bagi hakim di tingkat pertama bahwa ketika hukuman yang maksimal sudah diberikan kepada pelaku, hukuman lain tidak dapat dijatuhkan.

Maka dari itu, tutur Maidina, untuk mengatasi kekacauan ini, seharusnya hukuman mati tidak boleh dijatuhkan di dalam kasus apa pun, khususnya kekerasan seksual, dalam hal ini korban membutuhkan restitusi untuk mendukung pemulihannya.

“ICJR memahami bahwa kasus ini menyulut kemarahan yang besar bagi publik. Meski demikian, kemarahan publik bukanlah hal yang seharusnya menjadi fokus utama pada pemberian keadilan bagi korban,” ucapnya.

Baca Juga: Soal Ganti Rugi 12 Korban Herry Wirawan, Kementerian PPPA Akan Banding?

Fokus utama aparat penegak hukum seharusnya terhadap korban, dan bukan kepada pelaku. Pengadilan yang saat ini sudah memiliki pedoman mengadili perkara perempuan harus mulai berpikir progresif dengan memikirkan kebutuhan korban.

“Tidak hanya terjebak pada kemarahan pribadi yang tidak akan menolong korban sama sekali,” kata Maidina.

Pernyataan tersebut dia sampaikan sebagai tanggapan atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang menerima banding jaksa dalam kasus Herry Wirawan, dan menjatuhkan pidana mati sebagaimana yang dituntut oleh jaksa penuntut umum di tingkat pertama.

Baca Juga: Hakim Tak Vonis Mati Predator Seks Herry Wirawan karena Alasan Ini

PT Bandung juga mengubah tanggung jawab kewajiban pembayaran restitusi terhadap korban kepada pelaku setelah Pengadilan Negeri (PN) Bandung memberikan kewajiban tersebut kepada pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya