SOLOPOS.COM - Petugas mengeluarkan sampah dari boks truk di TPA Ngadirojo, Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri (Kamis (13/1/2022). (Solopos.com/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI—Volume atau timbunan sampah di Kabupaten Wonogiri pada 2021 lalu mencapai lebih kurang 1.485 m3/hari setara lebih kurang 297 ton/hari.

Sampah yang terangkut ke tempat pemprosesan akhir (TPA) pada tahun tersebut 349 m3/hari setara 69,8 ton/hari. Volume sampah dari masyarakat maupun yang terangkut ke TPA terus meningkat dari tahun ke tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Warga diminta ikut berkontribusi mengatasi masalah sampah dengan cara mengurangi atau reduce, menggunakan kembali atau reuse, dan mendaur ulang atau recycle (3R). Masalah sampah bisa menjadi bom waktu jika hanya diatasi dengan cara konvensional, yakni open dumping (kumpul, angkut, buang).

Baca Juga: Aturan Jembatan Gantung Girpasang, Dilarang Selfie & Harus Jalan Kaki

Kepala Bidang (Kabid) Pertamanan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wonogiri, Waris Kadarwanto, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri, Kamis (13/1/2022), menyampaikan sampah yang terangkut dimasukkan ke empat TPA, yakni TPA Ngadirojo, Baturetno, Purwantoro, dan Slogohimo. Pada sisi lain umur TPA terbatas. Contohnya TPA Ngadirojo, TPA terbesar di Kabupaten Wonogiri seluas lebih dari 8 hektare (ha) memiliki usia pakai 30 tahun.

TPA tersebut terdapat tiga zona, yakni zona A, B, dan C. Usia pakai zona A sudah habis sejak 2004 lalu. Zona itu sudah menjadi lahan yang ditanami pepohonan. Sedangkan masa pakai zona B sudah habis Maret 2021 lalu.

Zona yang masih bisa dimanfaatkan hanya tinggal zona C. Pengelolaan sampah di zona C menggunakan sistem sanitary landfill (membuang, menumpuk, memadatkan, dan menimbun dengan tanah), sehingga memiliki umur yang lebih panjang. Usia pakai zona C diperkirakan lima hingga enam tahun lagi.

Baca Juga: Belum Diresmikan, Jembatan Gantung Girpasang Sedot Ribuan Pengunjung

“Usia pakai tiga TPA lainnya belum habis dan masih dimanfaatkan. Tapi luasannya kecil [pengolahan sampah open dumping]. Saat ini masih dalam pembenahan untuk dijadikan TPS 3R [tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle] agar lebih efektif dalam mengatasi masalah sampah,” kata Waris.

Dia melanjutkan, semakin banyak sampah yang diproduksi semakin banyak pula sampah yang terangkut dan masuk ke TPA. Jika hanya diolah dengan cara konvensional masalah sampah akan menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu. Dampak ledakannya dapat menyebabkan berbagai masalah, tak sekadar masalah lingkungan tetapi juga kesehatan masyarakat.

Masyarakat mempunyai peran penting dalam penanganan masalah sampah, setidaknya berkontribusi mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Contoh sederhananya, membawa tas sendiri saat berbelanja sehingga pedagang tak perlu lagi menggunakan plastik untuk mengemas belanjaan. Jika setiap orang melakukannya sampah akan berkurang secara signifikan.

Baca Juga: Raih Rp10 Miliar dari UGR Tol, Tasripan Bagi Uang hingga Bantu Masjid

“Bisa juga dengan memilah sampah organik dengan yang nonorganik. Kertas, plastik, dan sampah lainnya ditempatkan di tempat yang berbeda. Sampah bernilai ekonomi bisa dijual untuk didaur ulang. Kalau tidak dijual setidaknya akan ada orang yang memanfaatkannya ketika sudah sampai di TPA,” imbuh Waris.

Pemulung di TPA Ngadirojo, Samijo, mengatakan sampah yang masuk TPA semuanya bercampur. Menurut mereka, para pemulung akan lebih mudah mengambil jika sampah sudah dipilah dan ditempatkan di kantong plastik tersendiri. Dengan begitu sampah yang bisa dimanfaatkan akan lebih banyak.

“Kalau sampah yang kami ambil banyak otomatis sampah yang masuk TPA berkurang,” kata Samijo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya