SOLOPOS.COM - Foto Gunung Merapi yang diambil dari udara. (BPPTKG)

Solopos.com, YOGYAKARTA --  Volume kubah lava Gunung Merapi mengalami penurunan signifikan akibat banyaknya awan panas dan guguran lava yang keluar selama proses erupsi beberapa waktu terakhir.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menjelaskan volume kubah lava Merapi yang sebelumnya mencapai 158.000 meter kubik sampai 25 Januari 2021, menurun signifikan menjadi 62.000 meter kubik per 28 Januari 2021.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Penurunan kubah lava itu memang karena sebagian sudah terlontar pada saat terjadi awan panas kemarin. Jadi awan panas ini mengeluarkan material-material yang ada," kata dia saat konferensi pers secara virtual di Yogyakarta, Jumat (29/1/2021).

Baca juga: Layanan Ge-Nose Test Tersedia di Stasiun Mulai 5 Februari 2021

Ekspedisi Mudik 2024

Berdasarkan laporan selama sepekan (22-28 Januari 2021), BPPTKG mencatat total sebanyak 71 kali awan panas guguran keluar dari Gunung Merapi dengan jarak luncur maksimum 3.500 meter. Luncuran awan panas paling banyak terjadi pada 27 Januari 2021 yang mencapai 52 kali dalam sehari.

Selain itu, guguran lava pijar juga teramati keluar dari puncak Merapi sebanyak 230 kali dengan jarak luncur maksimum 1.500 meter ke arah barat daya atau hulu Kali Krasak.

Intensitas guguran ini antara lain dipengaruhi posisi kubah lava yang tidak stabil karena berada di lereng sisi barat daya puncak Merapi atau di atas lava sisa erupsi tahun 1997.

"Sehingga lava yang keluar tidak sempat lagi membentuk kubah, namun langsung mengalami guguran," kata Hanik Humaida.

Baca juga: Cuaca Buruk, 2 Pesawat Tujuan Semarang Mendarat Darurat di Bandara Adi Soemarmo

Dia menjelaskan seiring dengan penurunan volume kubah lava, potensi bahaya akibat erupsi Gunung Merapi diperkirakan ikut mengalami penurunan.

"Yang perlu kita perhatikan kalau ada suplai magma dari dalam. Ini yang kita tidak pernah tahu. Namun sampai saat ini potensi itu menjadi lebih kecil," kata dia.

Aktivitas Seismik Menurun

Menurut Hanik Humaida, aktivitas seismik (kegempaan) yang menurun menjadi 12 kali per hari, deformasi (perubahan bentuk tubuh Gunung Merapi) menjadi 1 cm per hari, serta konsentrasi gas vulkanik CO2 yang menurun menjadi 550 ppm menunjukkan tidak adanya tekanan berlebih dari dalam yang mencerminkan tidak adanya suplai magma.

Namun demikian, menurut Hanik, kondisi itu belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa fase erupsi Gunung Merapi segera berakhir.

"Tidak bisa menyimpulkan sesingkat ini. Masih kita tunggu. Tentunya indikator-indikator itu akan muncul, apakah ini akan selesai atau akan ada lagi suplai [magma] dari dalam," kata dia.

Baca juga: 10 Berita Terpopuler : Bocah 13 Tahun Asal Klaten Tabrak 6 Pemotor di Bantul

Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental BPPTKG menyimpulkan aktivitas vulkanik Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif sehingga status aktivitas dipertahankan pada level III atau Siaga.

Hanik menyebutkan awan panas masih berpotensi terjadi di Gunung Merapi. Daerah yang berpotensi bahaya akibat awan panas guguran dan guguran lava adalah alur Kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 km.

Selain itu, erupsi eksplosif juga masih mungkin terjadi di Gunung Merapi dengan potensi bahaya berupa lontaran material vulkanik dalam radius 3 km dari puncak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya