SOLOPOS.COM - Pemimpin Redaksi (Pemred) Solopos Rini Yustiningsih berdiskusi dengan Dosen Prodi Batik ISI Surakarta, Drs. Muh Arif Jati Purnomo, M.Sn, saat acara Virtual Amazing Batik yang digelar untuk memperingati Hari Batik Nasional, Jumat (2/10/2020).

Solopos.com, SOLO— Banyak cara untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa, salah satunya adalah mengolaborasikannya dengan fashion.

Hal itulah yang dilakukan Program Studi (Prodi) Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Dosen Prodi Batik ISI Surakarta, Drs. Muh Arif Jati Purnomo, M.Sn, menjelaskan materi yang diberikan kepada mahasiswanya merupakan kolaborasi antara batik dengan fashion.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

"Kurikulum yang dibuat untuk prodi Batik ISI Solo 60% tentang batik, mulai dari batik dasar, batik tulis, batik cap, batik lukis,batik eksplorasi. Dan yang 40% merupakan [materi] fashion, mulai dari jahit dasar, jahit lanjut, adibusana, dan semua yang mendukung kegiatan kompetensi fashion itu sendiri," ujar Arif saat menjadi narasumber diskusi bertema Budaya di Balik Desain Mode Batik.

Diskusi yang dipandu Pemimpin Redaksi (Pemred) Solopos Rini Yustiningsih itu, merupakan bagian dari Virtual Amazing Batik yang digelar untuk memperingati Hari Batik Nasional, Jumat (2/10/2020).

Acara yang berisi 8 sesi itu didukung oleh Batik Pria Tampan, Ima_Zha, Komunitas desainer indie Rempeyeks Jogja, ISI Surakarta, Universitas Pekalongan, Indosat Ooredoo, Danarhadi, Pisalin, La Tulipe Cosmetique, Hana Parasayu, dan Batik Benang Ratu Heritage

Arif menjelaskan, hasil dari tugas akhir atau karya-karya mahasiswanya berupa busana yang merupakan pengembangan dari proses batik.

Pemkot Solo Ditantang Bikin Museum Atau Rumah Batik, Sanggup?

“Setiap mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir akan mendapat fasilitas untuk mendapatkan HAKI [hak kekayaan intelektual] terkait karya dari motifnya. Dan nanti biasanya nama pembimbinganya juga dicantumkan di sana. Itu merupakan strategi dari kami dalam proses untuk penilaian dalam akreditasi,” ujar Arif.

Prodi Batik D4 ISI Surakarta punya sejarah tersendiri. Sebelum ada prodi batik, ISI memiliki jurusan Kriya. Seiring berkembangnya waktu, pada 2 Oktober 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

"Pada 2012 kita ajukan program studi baru. Pada awalnya mengajukan S1 Batik, namun ketika diajukan justru yang muncul bukan S1 tapi D4. Pihak kementerian memberikan mandat kepada ISI Surakarta untuk membuka program studi D4 Batik. Dari situ mulai mendapat apresiasi dari masyarakat. Kuota awal 15 mahasiswa dan sampai tahun 2020 ini total terdapat 180-an mahasiswa,"jelasnya.

Arif menjelaskan, penyerapan lulusan Prodi Batik pada lapangan kerja ini sangat luas. Jika di instansi pemerintah bisa di dinas penelitian, atau dikbud. Di perusahaan swasta lulusan bisa bekerja di bisa perusahaan batik atau tekstil, atau bisa juga wirausaha.

“Karya mahasiswa batik ISI Surakarta salah satunya yang tren itu desain batiknya gojek yang membuat mahasiswa ISI,” ujar Arif.

Untuk karya busana, tergantung minat mahasiswa di tugas akhir. Dalam membuat karya busana batik, memang ada standarnya sendiri. "Model batik yang diciptakan mempunyai nilai filofis, makna-makna simbol yang dimunculkan secara personal," ujarnya.

Api Abadi Mrapen Di Grobogan Padam, Inikah Penyebabnya?

Komunitas Indie The Rempeyeks Menggerakkan Fashion Batik Jogja

Virtual Amazing Batik sesi ke-6 menghadirkan The Rempeyeks Jogja dalam diskusi "Secarik Batik, dan Sepenggal Cerita Cinta". Komunitas indie ini terbentuk secara tidak sengaja. Dahulu komunitas ini memiliki 9 anggota di bawah naungan sebuah organisasi internasional.

“Setelah tidak bersama organisasi tersebut kami tetap memutuskan untuk melanjutkan dan menjadi nama The Rempeyeks. Di dalam komunitas tersebut kegiatan kami juga banyak, seperti menggelar fashion show sebulan sekali di hotel, mengadakan pameran recycle, dan beberapa pameran baju. Ada beberapa produk batik kami yang dibawa ke New York dan Paris. The Rempeyeks ini mempunyai visi misi yang bagus. Saling support, kerja bersama hingga sudah berjalan 11 tahun, Anggotanya terdiri saya Darie Gunawan, Endarwati, Joko Margono, Lia Popperca, Theo Ridzki, Fenin, Lidwina W, Lulu LL, dan Rika Winata,” ujar Darie Gunawan.

“Setelah show kita hangout bareng. Selain batik ada lurik, tenun, dan lain-lain. Masing-masing kita mempunyai ciri khas tersendiri. Biasanya setiap hari kami menggelar event fashion show. Bahkan selama pandemi tetap fashion show, tetapi tetap sesuai protokol kesehatan, misal tamu sekarang mungkin hanya 50 orang. Dan sempat ada fashion show secara virtual,” tambahnya.

“Batik adalah warisan budaya Indonesia, sebisa mungkin kita sebagai generasi muda harus melestarikannya. Kita terus untuk berusaha melestarikan nilai budaya batik dari karya-karya kami. Harapnnya batik itu mendunia dan dipakai oleh banyak orang,” imbuh Darie Gunawan.

Batik di Program Pendidikan Pekalongan

Pada sesi ke-7 Virtual Amazing Batik menghadirkan pembicara Kepala Program Studi D3 Teknologi Batik Universitas Pekalongan D3, Muhtadin membahas tentang Batik di Pusaran Zaman.

Muhtadin menjelaskan pada 2011, Universitas Pekalongan mendapatkan mandat untuk membuka program studi batik. Menurutnya, Pekalongan yang merupakan Kota Batik telah memiliki infrastruktur komplet seperti pengrajin dan bahan baku yang mudah didapat.

Selain itu batik juga sudah menjadi muatan lokal yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan SD, SMP,SMA. Regulasi terkait dengan batik juga diatur dan ditetapkan.

Prodi Batik Universitas Pekalongan Prodi Batik tak hanya diminati mahasiswa lokal, tetapi juga ini memiliki mahasiswa dari Jepang, Korea, Malaysia, dan Brunei Darussalam."Setiap tahun ada sekitar 12 mahasiswa luar yang ingin belajar batik di Universitas Pekalongan," ujarnya.

Peran batik saat ini di masa pandemi, Muhtadin menjelaskan, sebenarnya 85% produk batik di Indonesia dibuat di Pekalongan yang menjadi tempat sekitar 786 UMKM dengan 17 sentra batik.

“Untuk mengembangkan batik di era milenial ini bisa dengan membentuk komunitas pencinta batik. Untuk memproduksi batik yang diminati oleh milenial, kuncinya ada diproses. Batik ini budaya, bisa masuk ke workshop batik, perlu diajarkan proses batik, agar anak-anak milenial ini menghargai batik,” ujar Muhtadin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya