SOLOPOS.COM - Ilustrasi vaksin Covid-19. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Belum lama ini seorang pria warga Pinrang, Sulawesi Selatan, Abdul Rahim, mendadak viral, setelah mengaku disuntik vaksin hingga 16 kali. Hal ini dilakukannya  lantaran dia menjadi joki.

Disuntik vaksin Covid-19, Abdul Rahim mengaku dua di antaranya merupakan vaksinasi wajib untuk dirinya sendiri, sementara sisanya untuk orang-orang yang sudah membayarnya. Dia juga mengaku bahwa dirinya mendapatkan dua jenis vaksin yang berbeda, yaitu Sinovac dan Astrazeneca. Berdasarkan cerita Abdul, dia menyebut nominal dalam rentang Rp100.000 hingga Rp 800.000 untuk satu kali suntik.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Jika mengalami disuntik vaksin Covid-16 kali seperti dialami Abdul Rahim, apakah ada efek sampingnya terhadap tubuh? Dokter spesialis penyakit dalam RA Adaninggar, mengatakan secara imunologi, vaksin booster berapa kalipun tidak berbahaya.

Baca Juga: Sembuh dari Covid-19, Choi Siwon Super Junior Kembali Sapa Penggemar

“Karena prinsip booster hanya memicu peningkatan antibodi saja,” kata Ning seperti dikutip dari Bisnis.com pada Rabu (22/12/2021).

Selain mengaku disuntik vaksin 16 kali, Abdul juga mengaku bahwa dirinya sudah 3 bulan menjalankan aksinya ini. Padahal, setiap jenis vaksin memiliki jeda waktu yang berbeda untuk penyuntikan dosis kedua. Misalnya pada Sinovac, interval pemberian antar dosis adalah 28 hari, sedangkan Astrazeneca adalah 12 pekan.

Menanggapi hal ini, Ning mengatakan bahwa tidak tahu pasti dampaknya karena tidak pernah ada penelitian dengan interval orang seperti ini. “Kalau diteliti ya bisa saja, memang ngga ada bahayanya. Tapi karena tidak pernah diteliti, jadi ya ngga tahu,” katanya.

Baca Juga: Tergiur Bisnis Baju Bekas? Begini Cara Menjualnya Agar Cepat Laku

Sementara itu, ahli patologi klinis UNS Tonang Dwi Ardyanto dalam akun facebooknya mengatakan suntik hingga 16 kali itu baru sebatas pengakuan. “Kita perlu data lebih valid. Mengingat dalam proses vaksinasi, ada tahapan skrinning data maupun skrinning kondisi pasien. Tentu menjadi pertanyaan bila sampai bisa 16 kali, bahkan katanya pernah 3 kali dalam sehari. Itu dulu yang perlu kita pastikan bila hendak dikomentari,” paparnya.

Baca Juga: Ingin Liburan Kala Varian Omicron Merebak? Pahami Risikonya

Tapi seandainya benar terjadi, apa dampaknya? Menurutnya, dalam laporan-laporan ilmiah, belum ada yang membahas bagaimana bila terjadi pemberian vaksinasi melebihi dosis. Dari uji klinis, yang dicari adalah dosis optimal yaitu dosis yang mampu memicu antibodi, tetapi sekaligus dengan risiko efek samping dan efek simpang yang minimal.

Secara teori, dosis yang semakin tinggi, semakin kuat memicu respons antibodi, tapi juga semakin tinggi risiko terjadi efek tidak diinginkan. Maka dalam uji klinis, sudah didahului oleh uji pra-klinis di hewan. Jika sudah diketahui rentang dosis yang masih aman, baru kemudian diujikan pada manusia. Selanjutnya dalam tahap uji klinis 1, diuji dulu hasil dari hewan tadi, untuk mencari dosis yang optimal dari dasar uji pada hewan (dan tentu saja pengetahuan sebelumnya tentang obat dan vaksin sejenis).

“Sisi yang penting dalam hal penyelenggaran vaksinasi, proses skrinning harus dijalankan benar-benar agar risiko terjadi duplikasi menjadi minimal. Sisi masyarakat, apapun yang namanya obat, menjadi berisiko bila berlebihan. Sudah ada takarannya, sudah diuji klinis, mari dijalani dengan baik,” tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya