SOLOPOS.COM - Unggahan akun sosial media TMC Polda Metro Jaya yang menginformasikan ambulans DKI Jakarta diduga membawa batu dan perusuh. (Antara/HO/Dok/Pratama Persadha)

Solopos.com, JAKARTA — Pakar keamanan Siber, Pratama Persadha, mengatakan viralnya video ambulans milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PMI yang semula dituduh mengangkut batu dan perusuh saat demo pelajar bisa termasuk jenis penyebaran hoaks. Video itu diunggah oleh akun sosial media milik TMC Polda Metro Jaya.

“Itu akun Polda termasuk penyebar hoaks sebenarnya,” kata Pratama di Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Pratama, pada prinsipnya semua pihak bisa menjadi penyebar atau memproduksi hoaks, baik sengaja maupun tidak disengaja. Kalau pun disengaja, lanjut dia, bisa terjadi karena ada penyediaan informasi yang kurang baik sehingga terjadi kesalahan informasi (miss-informasi).

Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC itu menilai postingan tuduhan ambulans DKI mengangkut batu sebagai tuduhan serius. “Seharusnya akun aparat kepolisian tidak bertindak layaknya buzzer politik,” katanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Pratama mengatakan seharusnya akun aparat kepolisian ikut menjadi akun media sosial yang mencerahkan, menjawab, dan mengklarifikasi, bukan malah ikut memanaskan suasana.

Yang jadi pertanyaannya, lanjut dia, apakah sang admin ada di lokasi atau tidak. Selain itu, dia mempertanyakan darimana konten ambulans ditangkap itu didapat. “Itu yang perlu ditelusuri,” katanya.

Menurut dia, sebelum akun TMC mengunggah video itu, rupanya sudah ada akun buzzer yang posting. Apabila akun resmi tersebut mengambil konten dari akun buzzer, jelas hal tersebut sangat berbahaya.

Dengan adanya kejadian ini, Pratama menyarankan harusnya ada mekanisme konten yang diposting harus melewati jalur yang jelas. Kalaupun informasi itu didapat dari sesama aparat kepolisian, bisa ditelusuri.

Karena, lanjut dia, dalam salah satu adegan dalam video ada tuduhan membawa batu saat demonstrasi yang berakhir ricuh itu. “Kita menyayangkan dan berharap ini tidak terjadi lagi. Sangat berbahaya dan menimbulkan ketidakpercayaan di tengah masyarakat,” kata Pratama.

Terkait permintaan maaf Polda Metro Jaya atas kekeliruan unggahan tersebut, Pratama mengatakan permintaan maaf perlu dan sudah dilakukan lewat media. Selain itu sangat perlu permintaan maaf langsung lewat media sosial serta menjelaskan kronologi kenapa hal itu terjadi.

“Karena masyarakat harus dipuaskan rasa ingin tahunya,” ujarnya.

 

Pilah Konten

Kejadian ini lanjut Pratama, menjadi pelajaran berharga bagi setiap admin akun media sosial. Selain mengamankan akunnya masing-masing, para admin harus bisa memilah konten mana yang layak dinaikkan. “Situasi kemarin memang panas, namun admin sosmed mempunyai kewajiban mendinginkan suasan dengan beberapa cara,” ujarnya.

Ia mencontohkan akun Instagram Kemendikbud. Para tim sosmednya mengambil gambar para demonstran dan mengoreksi setiap ejaan yang salah. Dan netizen sangat menghargai itu.

“Masih banyak akun dan buzzer yang menyebarluaskan konten ambulans ini meski sudah diklarifikasi pihak Polda Metro Jaya. Padahal menyebarkan hoaks termasuk tindak pidana,” katanya.

Dia menyebutkan, istilah hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita hoax atau berita bohong tersebut yakni Pasal 28 ayat (1) UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU No 19/2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No 19/2016).

Undang-undang mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media). “Undang-undang itu menyatakan setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,” kata Pratama.

Dia melanjutkan jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016. Pasal itu berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar”.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengakui ada kesalahan terkait dengan viral ambulans milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PMI yang semula dicurigai mengangkut batu dan perusuh pada kericuhan di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis dini hari.

Kejadian berawal saat video viral melalui akun tmcpoldametrojaya menggambarkan mobil untuk membantu orang sakit maupun luka ditemukan membawa batu dan bensin. Saat itu, ada anggota Brimob yang bertugas mengamankan kericuhan dilempari batu oleh perusuh. Selanjutnya, perusuh itu membawa batu dan kembang api berlindung ke dalam mobil ambulans milik PMI dan Pemprov DKI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya