SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik penetapan para aktivis terkait kasus Papua sebagai tersangka. Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga menilai pemberian status tersangka terhadap aktivis HAM justru akan mengganggu rencana pemerintah masuk sebagai anggota Dewan HAM PBB.

Indonesia secara resmi mendaftar sebagai anggota dewan hak asasi manusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Januari 2019. Jika terpilih, Indonesia akan dilibatkan sebagai anggota dewan tersebut pada periode 2020 – 2022.

Promosi Wealth Management BRI Prioritas Raih Penghargaan Asia Trailblazer Awards 2024

Di tengah pengajuan diri tersebut, pemerintah menetapkan status tersangka kepada dua orang aktivis hak asasi manusia. Mereka adalah pengacara Veronica Koman dan Surya Anta Ginting. Status tersangka keduanya berkaitan dengan kerusuhan di Papua dan Papua Barat belum lama ini.

“Indonesia sedang mencalonkan diri sebagai anggota dewan HAM PBB. Kalau aparat penegak hukum tidak paham prinsip hak asasi manusia, bagaimana Indonesia terpilih,” katanya di Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Veronica Koman dituding memprovokasi perusuhan di Papua dan Papua Barat lewat media sosial. Dia dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Adapun Anta Surya Ginting yang juga Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP) ditangkap karena diduga terlibat pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi di depan Istana Merdeka terkait kerusuhan Papua. Keduanya telah menjadi tersangka pasca kerusuhan.

Sandrayati menilai tindakan tersebut akan berdampak pada penilaian PBB terkait pendaftaran Indonesia sebagai anggota dewan HAM PBB. Apabila Indonesia tetap lolos, keputusan ini hanya dianggap bonus belaka.

“Ini kan satu coreng kalau kita mau maju menjadi anggota dewan HAM. Tentu kita harus tunjukan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang betul menghormati hak asasi manusia dan aparat menjalankan tugas sesuai hak asasi manusia,” katanya.

Di sisi lain, pemerintah dinilai tidak menggunakan perspektif pembela hak asasi manusia atas status tersangka yang diterima keduanya. Harus aparat dapat melihat dua aktivis ini dalam pandangan yang berbeda dibandingkan masyarakat sipil.

Sementara itu, Polda Metro Jaya sebelumnya menangkap delapan aktivis yang melakukan aksi terkait Papua di depan istana mereka. Para aktivis diduga melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora di tengah aksi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan dua dari delapan orang tersebut telah dibebaskan. Pasalnya dua orang itu tidak terbukti melakukan pengibaran bendera. Sementara itu, sisanya masih ditahan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.

“Dari delapan orang yang ditangkap, dua orang dipulangkan, jadi enam orang [yang tersisa],” kata Argo belum lama ini.

Dari enam orang tersebut, salah satunya adalah Surya Anta Ginting. Sementara itu Polri meminta bantuan Interpol untuk menangkap Veronica Koman karena diduga sedang berada di luar negeri. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya