SOLOPOS.COM - Coretan aksi vandalisme banyak terlihat di kawasan pertokoan, Jl. Slamet Riyadi, Solo, Senin (9/5/2016). Pertokoan di ruas jalan tersebut merupakan salah satu kawasan yang banyak terdampak aksi vandalisme. Pemkot Solo akan memberikan sanksi tegas pidana bagi pelaku vandalisme yang tertangkap sesuai Perda No.29 Tahun 1981 tentang Kebersihan dan Keindahan Kota. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Vandalisme Solo, ancaman pidana tak membuat pelaku vandalisme jera.

Solopos.com, SOLO–Sejumlah kalangan mencermati wacana Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menerapkan sanksi pidana kurungan maksimal enam bulan penjara bagi pelaku vandalisme di tempat umum atau 15 tahun penjara bagi pelaku vandalisme di bangunan cagar budaya (BCB) tidak menimbulkan efek jera.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Akademisi dari Seni Rupa Murni ISI Solo, Deni Rahman, menyebutkan perilaku corat-coret di dinding atau ruang strategis perkotaan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan urban. Setiap generasi selalu bermunculan tunas baru ketika pelaku lamanya sudah bosan melakoni aksi tersebut.

“Ada tiga fase dalam aksi ini. Tahap pertama biasanya coba-coba. Lalu ada juga yang sekadar untuk eksistensi dengan cara membubuhkan tagging [menandai tembok dengan inisial kelompok atau nama], dan yang paling lanjut sudah menjadi ideologi. Di sebagian besar kota, pelaku bikin hanya untuk eksistensi,” terangnya saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (9/5/2016).

Deni mengatakan tidak semua karya corat-coret tembok masuk kategori vandalisme. Sebagian olah kreativitas yang punya tujuan berekspresi dan memiliki nilai estetika misalnya disalurkan lewat graffiti, mural, atau menempel poster wheatpaste bisa disebut sebagai karya seni.

“Tidak semua ekspresi eksistensi ini lantas tidak bisa disebut karya juga. Bisa saja jika dilakukan dengan konsisten selama minimal dua tahun, tagging bisa jadi karya. Yang membedakan hanya konsistensinya,” jelasnya.

Seniman graffiti Akari Kokoh Ardanu juga meyakini sanksi pidana berupa ancaman kurungan, denda, sampai hukuman membersihkan tembok yang dikotori tidak bakal membuat pelakunya jera.

“Kalau konteksnya corat-coret tagging, langkah hukuman akan sia-sia. Pada dasarnya mereka melakukan aksi atas nama adrenalin. Semakin ada aturan atau sanksi, mereka semakin tertantang untuk bisa melewati batas itu,” tuturnya

Menurut Koko, momentum maraknya aksi tagging di berbagai sudut Kota Bengawan bisa direspons pemerintah dengan menggerakkan kompetisi atau festival seni jalanan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya