SOLOPOS.COM - Tim dokter Rumah Sakit Harapan Bunda menyampaikan keterangan kepada puluhan warga yang anaknya diduga menjadi korban vaksin palsu dari rumah sakit tersebut di Jakarta Timur, Jumat (15/7/2016). Pihak RS Harapan Bunda menyatakan vaksin palsu yang diperjual belikan oleh oknum di rumah sakit tersebut terjadi pada Maret-Juni 2016 dan pihak rumah sakit akan bertanggung jawab atas biaya vaksinasi ulang untuk pasien yang terbukti menerima vaksin itu. (JIBI/Solopos/Antara//Sigid Kurniawan)

Vaksin palsu yang menyeret dr. Indra sebagai sebagai tersangka. IDI menyebut ada grand design untuk memojokkan dokter.

Solopos.com, JAKARTA — Salah satu tersangka dalam kasus vaksin palsu yakni seorang dokter bernama dr Indra Sugiarno, Sp.A. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Dr Ilham Oetomo Marsis SpOG menilai, ada grand design kasus ini dalam menyudutkan dokter-dokter dan rumah sakit.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya melihat ini grand design untuk memojokkan kedokteran Indonesia,” ujar Ilham dalam jumpa pers di kantor IDI, Jl Samratulangi 29, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/7/2016). Ilham didampingi oleh Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Sri Rachmani, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Sussi Setiawaty dan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan.

Ekspedisi Mudik 2024

Saat ditanya maksud grand design tersebut, Ilham mengatakan, harus dicari aktor intelektual kasus ini. Jangan hanya dokter dan bidan yang ditangkap.

“Kami juga bertanya-tanya sebaiknya kita bersama-sama yang mencari. Kita harus mencari kepercayaan kepada masyarakat. Sisi kedokteran di Indonesia. Mari kita bersama-sama mencari aktornya. Ada benang tipis hal ini dengan masalah kesehatan ke depan. Jangan hanya yang ditangkap dokter-dokter, bidan-bidan saja, harus dicari siapa aktornya,” jelas Ilham.

Sebelumnya, Ketua BHP2A PB IDI, Dr. N. Nazar, SpB, MH, menyebut ada pembiaran yang dilakukan oleh rumah sakit terhadap peredaran vaksin palsu. Pasalnya, dia menilai tidak mungkin rumah sakit tidak mengetahui praktik yang telah berlangsung sejak 2003 ini.

“Saya tidak mau diskiriminasi [menyalahkan dokter saja]. Tapi kalau sudah berjalan sekian lama, tidak mungkin tidak tahu institusinya, sekurang-kurangnya [praktik penjualan vaksin palsu] diketahui [rumah sakit],” kata Nazar dalam sebuah wawancara via telepon yang ditayangkan live di TV One, Minggu (18/7/2016) petang.

Tak hanya soal vaksin, kata Nazar, seharusnya peredaran obat-obatan apapun diketahui oleh rumah sakit. “Kalau tidak diketahui, entah obat-obatan, atau vaksin, ini kan berarti pembiaran. Saya tidak bela Indra, itu fakta ada pembiaran,” kata dia.

Nazar menyebutkan ada tiga kemungkinan masuknya vaksin palsu di rumah sakit. Pertama, vaksin sepenuhnya disediakan oleh manajemen rumah sakit. Kedua, klinik atau rumah sakit bersangkutan memberikan kewenangan kepada dokter untuk mengadakan vaksin sendiri.

“Ketiga, dokternya di institusi RS itu yang menyediakan [vaksin] sendiri. Itu yang kita sedang telusuri. Saya tidak boleh mendahului investigasi, tapi menengarai [kemungkinan] nomor 2. Banyak vaksin impor yang karena langka, dia [dokter] diberi kesempatan untuk mencari vaksin dari distributor atau apapun namanya,” terang Nazar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya