SOLOPOS.COM - Aksi wali kota dan bupati anggota Apkasi dan Apeksi menolak pilkada lewat DPRD di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2014). (Istimewa/Twitter)

UU Pilkada masih jadi polemik.

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah kalangan meminta Presiden Joko Widodo menolak rencana DPR merevisi undang-undang (UU) No. 8/2015 tentang Pilkada oleh DPR.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rusli Effendi, Ketua PPP bidang Politik dan Pemberitaan kubu Romahurmuziy, mengatakan Jokowi harus menolak revisi UU tersebut karena tidak berdasar kepada kepentingan publik. Revisi itu hanya untuk memuluskan kepentingan sekelompok partai politik saja.

Ekspedisi Mudik 2024

PPP juga telah menggelar rapat dengan petinggi partai politik lainnya yang tergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pada pekan lalu yang a.l. membahas polemik polemik UU Pilkada. “Sesuai dengan pembahasan dengan KIH, kami sepakat menolak revisi UU tersebut. kami minta Presiden juga sejalan [kebijakan KIH],” katanya, Minggu (17/5/2015).

Menurutnya, Revisi UU tersebut hanya bertujuan mengubah Peraturan KPU (PKPU) No. 9/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati sebagai aturan turunan UU Pilkada. Diketahui, rencana revisi UU Pilkada itu untuk hanya untuk memasukkan klausul penggunaan putusan pengadilan terakhir agar partai berkonflik, seperti Golkar dan PPP, bisa menjadi peserta pilkada serentak yang rencananya digelar pada 9 Desember 2015.

Hal senada diungkap Refly Harun, pengamat hukum dan tata negara dari Universitas Andalas. “Dasar pengubahan dua UU itu sarat dengan kepentingan politik. Bahkan, kebutuhan revisi UU tersebut hanya untuk memuluskan salah satu kepengurusan beberapa partai politik yang saat ini sedang dilanda konflik dualisme kepengurusan,” katanya.

Refly menyarankan, Presiden bisa menolak rencana tersebut melalui dua tahap. “Pertama, Presiden bisa langsung menyatakan menolak untuk membahas revisi tersebut dengan mengirimkan surat kepada DPR.”

Namun cara itu tidak direkomendasikan karena terlalu vulgar dan jauh dari sisi etis. Yang paling etis dan biasa dilakukan, Jokowi membiarkan DPR bersama pemerintah atau menterinya membahas revisi UU tersebut, lantas tidak menyetujui menjelang paripurna.

“Saya kira, tanpa merevisi UU tersebut, Pilkada serentak di lebih dari 269 provinsi, kabupaten, dan kota di Tanah Air akan tetap terlaksana dengan baik,” kata Refly yang kini juga menjabat sebagai Komisaris PT Jasa Marga Tbk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya