SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Semarangpos.com, SEMARANG &mdash;</strong> Praktisi hukum yang juga akademisi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang Theodorus Yosep Parera menilai UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) lebih cocok diterapkan di negara yang penduduknya sudah memiliki tingkat kesadaran hukum tinggi.</p><p>Pernyataan itu dikemukakan Yosep terkait modus operandi melarikan diri atau kabur yang dilakukan sejumlah aparatur sipil negara (ASN) untuk menghindar dari jerat pidana atas pelanggaran ketentuan pemilihan umum yang diatur UU No. 10 tersebut. "Undang-undang ini sebenarnya aturan untuk orang-orang yang punya kesadaran hukum tinggi," kata Yosep di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (27/4/2018).</p><p>Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemalang menghentikan kasus pelanggaran pidana pemilu oleh kepala desa Kaliprau yang diduga melakukan tindakan yang menguntungkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Gakkumdu Pemalang berkilah kades itu menghilang hingga batas akhir masa penanganan perkara tersebut.</p><p>Sebelumnya, panitia pengawas pelilihan umum (panwaslu) juga gagal memroses hukum anggota DPRD Kendal yang diduga terlibat dalam politik uang dalam <span style="font-style: normal;"><span style="font-weight: normal;">Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) sebagai rangkaian pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak 2018</span></span>. Wakil rakyat yang mendukung cagub-cawagub yang sama itu juga diketahui kabur dari penyelidikan.</p><p>Atas kenyataan itu, Yosep Parera menilai penyusunan undang-undang tersebut tidak mempertimbangkan tingkat moralitas masyarakat yang diaturnya. Karena, menurut dia, dalam undang-undang tidak diatur mengenai upaya paksa jika terjadi pelanggaran. "Peraturan ini tidak tunduk terhadap KUHAP, semua sudah menjadi satu dalam undang-undang ini," kata Ketua Peradi Semarang.</p><p>Karena tidak ada upaya paksa dan ancaman hukumannya ringan, kata dia, maka orang yang melanggar peraturan ini memilih kabur. "Dengan asas peradilan cepat yang harus selesai dalam 14 hari, kalau bisa lari pasti memilih lari," tambahnya.</p><p>Ia mengibaratkan aparat yang akan menegakkan aturan di undang-undang ini sebagai pasukan yang siap berperang namun tidak dipersenjatai. "Bagaikan punya pistol tapi tidak ada pelurunya," ujarnya.</p><p><strong><em><a href="http://semarang.solopos.com/">KLIK</a> dan <a href="https://www.facebook.com/SemarangPos">LIKE</a> di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya</em></strong></p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya