SOLOPOS.COM - Ilustrasi pajak. (Solopos-Whisnupaksa K.)

Solopos.com, JAKARTA — DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi undang-undang pada hari ini, Kamis (7/10/2021). Putusan itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022.

Dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru saja resmi menjadi UU itu, Pemerintah mengatur penyelenggaraan program pengungkapan sukarela atau PPS . Tarif pajak PPS ditetapkan di rentang 6 persen–18 persen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mewakili pemerintah dalam rapat paripurna menyatakan dalam UU HPP terdapat poin penyelenggaraan PPS. Pemerintah akan menjalankan program itu untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan menambah pendapatan negara.

“Dalam rangka mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, RUU HPP menerapkan program pengungkapan sukarela atau PPS. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan,” ujar Yasonna, Kamis.

Baca juga: PPN Jadi 11 Persen, Produsen Mamin Bersiap Naikkan Harga

Pemerintah meyakini upaya memfasilitasi iktikad baik wajib pajak yang ingin jujur dan terbuka untuk masuk ke dalam sistem administrasi pajak dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela di masa mendatang.

Yasonna menyampaikan hal itu didasari teori tentang kepatuhan dan didukung penelitian empirik di berbagai negara.

“Dalam konteks inilah, PPS merupakan kebijakan yang tidak dapat dipisahkan dari narasi besar reformasi perpajakan yang telah kami elaborasi sebelumnya,” ujarnya.

Program Pengampunan Pajak

Menkumham menjelaskan PPS akan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan secara sukarela atas harta yang belum diungkapkan dalam program pengampunan pajak 2016–2017 maupun dalam SPT tahun 2020.

Baca juga: Wadidaw, Pandemi Bikin Sektor Wisata Indonesia Rugi Rp10 Triliun!

Yasonna menjabarkan terdapat dua kebijakan dalam PPS, yakni:

Pertama, peserta program pengampunan pajak 2016–2017, dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak dengan membayar PPh Final sebesar:

A. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri

B. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

C. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), dan hilirisasi sumber daya alam (SDA), serta energi baru dan terbarukan (EBT)

Baca juga: NIK Juga Sebagai NPWP, Begini Penjelasan Menkumham

Kedua, wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun nonpeserta pengampunan pajak, dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016–2020, dapat mengungkapkan harta bersih 2016–2020 tapi belum dilaporkan dalam SPT tahunan PPh 2020, dengan membayar PPh Final sebesar:

A. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri

B. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

C. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN serta hilirisasi SDA dan EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya