SOLOPOS.COM - Ribuan jemaat katolik memberikan penghormatan terakhir kepada Uskup Agung Semarang, Mgr Johanes Pujasumarta dalam sebuah misa requiem di Kapel Santo Paulus, Seminari Tinggi Kentungan, Sleman, DI. Yogyakarta, Jumat (13/11/2015). Dihantarkan oleh ribuan jemaat, jasad pemimpin umat Katolik di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta itu dimakamkan di kompleks pemakaman Romo-romo Projo Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Uskup Agung Semarang yang meninggal dimakamkan di Pemakaman Santo Paulus, Kentungan, Sleman.

Harianjogja.com, SLEMAN-Pemakaman mendiang Mgr. Johannes Pujasumarta, yang di akhir hidupnya menjadi Uskup Agung Semarang dibanjiri ribuat umatnya, Jumat (13/11/2015).

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Lantunan lagu Jawa untuk Bunda Maria mengiringi peti jenazah masuk ke liang lahat. Perlahan-lahan peti diturunkan menggunakan tali tambang dan pujian itu terus dinyanyikan. Di dalam peti, telah beristirahat dengan tenang, Mgr. Johannes Pujasumarta, Uskup Agung Semarang.

Ia dikebumikan dengan disaksikan ribuan mata umatnya yang datang dari berbagai kalangan. Mereka sengaja datang lebih awal untuk bisa mendoakan almarhum. Selain di makam, juga dalam misa requiem yang dilaksanakan di Kapel Seminari St. Paulus, Kentungan, Sleman, pada pukul 10.00 WIB.

Ekspedisi Mudik 2024

Misa dipimpin langsung oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, yang sebelumnya pernah menjabat di Semarang. Tepat di samping liang lahat, duduk pemimpin umat Katolik se-Indonesia, Kardinal Darmaatmadja yang sudah sepuh. Selain itu datang pula mantan Walikota Surakarta, FX. Hady Rudiatmo, yang berdiri di tengah-tengah lautan manusia di kompleks pemakaman.

Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subiyanto Bunjamin yang menjadi pengotbah mengatakan, satu ajaran yang diberikan Mgr. Puja adalah semangat tetap berkarya secara total.

“Duc in Altum atau bertolaklah ke tempat yang dalam,” kata dia.

Dari kesaksian para uskup, pastor dan biarawan maupun biarawati, Mgr. Puja selalu memberi teladan agar menjadi Katolik yang tidak setengah-setengah. Hal itu ia wujudkan ketika membentuk Komunitas Garam, sebuah komunitas beranggotakan para kaum kecil, papa miskin, lemah, tersingkir dan difabel. Di komunitas itu, almarhum memberi pembinaan untuk tetap bersemangat menjalani hidup, berkarya di tengah kesulitan sehingga berguna bagi sesama.

Kesederhanaannya itulah yang membuat banyak umat bersimpati. Hingga pada saatnya ia dimakamkan, banyak umat yang mengantarkannya menuju tempat peristirahatan yang terakhir. Bahkan tak sedikit umat yang rela datang jauh lebih awal dan langsung menuju ke pusara tempat Mgr. Puja akan dimakamkan.

“Takut tidak bisa masuk [kompleks pemakaman] maka langsung ke sini,” kata pemeluk Katolik asal Klaten, Mariska Ayu Mahanani, 20, yang datang ke makam sembari membawa karangan bunga.

Bunga itu ia letakkan di atas makam Mgr. Puja setelah upacara pemakaman selesai. Kepergian Mgr. Puja membuat jabatan uskup di Keuskupan Agung Semarang (KAS) kosong. Vikaris Yudisial KAS, Pastor Robertus Rubiatmoko, mengatakan butuh waktu yang tidak pasti untuk mendapatkan siapa pengganti Uskup Puja.

“Keputusannya langsung dari Roma [oleh Paus Fransiskus],” jelasnya pada Harianjogja.com di akhir prosesi pemakaman.

Prosesnya nanti, lanjutnya, Komisi Waligereja Indonesia (KWI) akan menyodorkan tiga nama uskup yang layak menjabat di Semarang. Tiga uskup bisa dari manapun dan tidak harus yang sedang bertugas di Jawa.

“Kalau tiga itu tidak layak dipilih maka akan diajukan lagi untuk dipilih. Jadi waktunya tidak tentu,” jelas dia.

Sementara menunggu keputusan dari Roma, kekosongan di KAS akan diisi oleh pastor administrator diosesan yang akan diputuskan delapan hari setelah takhta kosong atau delapan hari setelah Mgr. Puja meninggal.

Mgr. Puja, berpulang Selasa (10/11/2015) malam pukul 23.35 WIB di RS. Santa Elizabeth Semarang karena kanker paru-paru stadium empat. Dalam kesaksian yang disampaikan pihak keluarga, Mgr. Puja terus bersemangat melayani meski penyakit ganas itu terus melemahkan tubuhnya.

“Aku kok isa kena penyakit kaya ngene ya. Padahal aku ora ngrokok. Aku ora ngombe [saya kok bisa mengidap penyakit ini ya. Padahal aku tidak merokok dan minum minuman keras],” tutur kakak kandung almarhum, Retno Martani, dalam kesaksiannya di depan pelayat.

Satu kalimat yang selalu ia sampaikan pada umat yang sedang menderita adalah satukanlah penderitaanmu dengan sengsara Kristus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya