SOLOPOS.COM - Mulyono, 61, warga Dusun Tukluk, Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, sedang mengupas biji jambu mete yang telah diceklok dan ditaburi serbuk kapur gamping, Rabu (24/8/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M)

Solopos.com, WONOGIRI — Populernya mete sebagai camilan khas Wonogiri dinilai tak terlepas dari peran penting para pengupas biji jambu mete. Keberadaan mereka mempermudah pekerjaan produsen mete siap saji karena mete yang telah dikelupas tinggal dibumbui lalu digoreng.

Di antara sekian kisah pengupas biji jambu mete, ada kisah dari Darmi, 53, warga Dusun Tukluk, Desa Kerja Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Perempuan paruh baya itu mengaku telah menjadi pengupas mete sejak 1980-an. Ia lupa tepatnya tahun berapa, namun karier awal sebagai pengupas mete dimulai dari buruh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Awalnya saya hanya buruh pengupas di perusahaan orang sini [Tukluk]. Setelah belajar dan paham cara mengupas, lalu tahu keuntungannya banyak, akhirnya saya mengupas mete sendiri. Saya beli satu sampai dua kresek, 50-100 kilogram (kg). Setelah dikupas, saya jual langsung ke bakul,” kisah Darmi, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (24/8/2022).

Lambat laun, usaha pengupasan mete mandiri yang dikelola Darmi makin diminati banyak orang. Seiring meningkatnya permintaan, ia menambah stok biji mete yang dibeli.

Ekspedisi Mudik 2024

Dari yang tadinya sekitar 50 kg menjadi 1-2 kuintal, lalu bertambah jadi satu ton. Setelah puluhan tahun menjalankan usaha pengupasan mete, kini dalam sekali kulak, Darmi dapat membeli empat karung mete gelondongan dengan berat total 320 kg.

Baca Juga: Produksi Lokal Minim Bikin Mete Asal NTB dan Sulawesi Selalu Banjiri Wonogiri

Ia menjelaskan, setiap karung yang beratnya 80 kg mete gelondongan, harganya bisa mencapai sekitar Rp2 juta. Artinya, untuk membeli empat karung mete gelondongan, ia mesti merogoh kocek sekitar Rp8 juta.

“Itu pun untuk bulan-bulan biasa. Sewaktu menjelang Lebaran Idulfitri berbeda lagi. Untuk menyiapkan stok menjelang Lebaran, sekali kulak saya bisa menghabiskan 20 karung. Kurang lebih, Rp40 juta saya butuhkan untuk dijadikan modal di momen itu,” ujarnya.

Dari yang mulanya menjalankan bisnis pengupasan mete seorang diri, stok mete yang makin banyak membuatnya mesti memiliki buruh.

Darmi mengaku saat ini memiliki 12 buruh yang membantunya mengupas mete. Semuanya bertempat tinggal di Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo.

Baca Juga: Berawal Hobi Masak, Emak-Emak di Pare Wonogiri Bikin Produk Makanan Tandon

Setiap buruh di bisnis pengupasan Darmi diberi upah Rp70.000 setiap kali menyelesaikan pengupasan mete sebanyak 20 kg. Upah itu dinilai layak karena Darmi mempersilakan buruhnya mengupas mete di rumah masing-masing.

“Santai, enggak ada target. Yang penting disetorkan 20 kg. Tapi, saat mau Lebaran biasanya para buruh justru jadi rajin menyetor,” imbuhnya.

Di samping para buruh tahu kebutuhan mete menjelang Lebaran meningkat, Darmi juga ikut meningkatkan upah ke pengupas. Selain itu, ia mengaku selalu memberi bonus ke pengupas mete di momen tersebut.

“Tujuannya biar para pengupas lebih semangat,” katanya.

Baca Juga: Kenapa Kabupaten Wonogiri Dikenal Penghasil Mete? Ini Jawabannya

Salah satu tenaga pengupas mete di bisnis Darmi tak lain adalah suaminya, Mulyono, 61. Setiap pagi hingga sore, aktivitas yang Mulyono lakukan hanyalah duduk di teras rumah sambil mengupas mete. Hal itu rutin dilakukan sejak dia berhenti dari pekerjaan utamanya sebagai sopir bus Wonogiri-Jakarta.

Kepada Solopos.com, Rabu, ia mengisahkan cara mengupas biji jambu mete hingga siap dibumbui lalu digoreng. Pertama, karena pengupasan itu dilakukan manual, hal yang perlu dikerjakan adalah menceklok biji jambu mete.

“Meski kelihatannya gampang kalau enggak terbiasa bisa saja hasil ceklokannya membikin biji jambu pecah. Ada tekniknya tersendiri. Yang pasti harus berpengalaman. Kalau bijinya pecah pun bisa direkatkan dengan lem terigu,” kata Mulyono.

Setelah diceklok, biji mete diwadahi ember berisi serbuk kapur gamping. Fungsinya untuk menghilangkan getah yang dapat membuat kulit gatal.

Baca Juga: Kelompok Tani Wanita di Wonogiri Ciptakan Kemandirian Pangan, Begini Bentuknya

Selang beberapa waktu setelah serbuknya tercampur rata, biji mete itu dipanaskan. Bahan pemanas yang digunakan ialah arang.

“Setelah dipanaskan, ini kan otomatis mudah dikelupas kulitnya. Sudah kering. Jadi fungsinya untuk itu saja,” imbuh dia.

Ia tak pernah menghitung lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan rangkaian proses kelupas dari ceklok hingga pengelupasan dengan arang. Hanya, dalam sehari (pagi hingga sore), ia memastikan dapat mengupas sekitar tiga kilogram mete.



“Itu karena saya enggak fokus mengupas. Disambi ke sana-sini. Kalau fokus, sehari itu bisa mengupas mete sebanyak enam kilogram,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya