SOLOPOS.COM - Anggota Aliansi Buruh se-Soloraya menggelar aksi demonstrasi di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Kamis (19/11/2015). Pada aksi tersebut buruh menyerukan penolakan PP No.78 Tahun 2015 serta menuntut kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Soloraya menjadi Rp2,5 juta. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Upah pekerja Soloraya, belasan unsur serikat pekerja meminta pemerintah membatalkan pelaksanaan PP Pengupahan.

Solopos.com, SOLO–Sebanyak 11 unsur serikat pekerja se-Soloraya yang tergabung dalam Persatuan Pergerakan Buruh Solo Raya (Prabusora) mengancam akan mogok kerja pada Selasa-Jumat (24-27/11/2015). Aksi tersebut dilakukan untuk mendesak pemerintah membatalkan PP No. 78/2015 tentang pengupahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sedikitnya 300 perwakilan Prabusora yang tergabung dalam SPRI Sukoharjo, SBSI ‘92 Soloraya, SPSI Kota Solo, SPN Solo dan Karanganyar, KSBSI Sukoharjo, KSPN Sukoharjo dan Karanganyar, SP KEP Karanganyar, FSP-RTMM Karanganyar, FBLP Sragen, Kasbi Soloraya, dan SPHI Karanganyar, menyuarakan sikapnya dengan menggelar orasi di bundaran Gladag dan Tugu Pemandengan, Kamis (19/11/2015).

Koordinator Lapangan Prabusora, Endang Setyowati, mengatakan kalangan buruh siap menggelar aksi mogok kerja sebagai buntut pengesahan PP No. 78/2015 tentang pengupahan yang dinilai tidak menyejahterakan kalangan pekerja.
“Kami siap ikut aksi mogok nasional serentak se-Indonesia. Ini bentuk pernyataan sikap kami yang menolak PP pengupahan,” katanya saat ditemui di sela aksi.

Lebih lanjut dia menuturkan PP pengupahan dinilai mengebiri kesejahteraan kalangan pekerja. Endang menyebut komponen survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dipakai sebagai acuan penentuan upah saat ini sudah kedaluwarsa.

“Selama ini yang disurvei baru 60 komponen. Idealnya ada 110 komponen. Ini nanti yang dipakai dasar kenaikan upah tahun selanjutnya. Sistemnya sudah salah sejak awal. Ini [UMK] cuma dipakai untuk menarik investor. Kalau Presiden peduli dengan buruh, kami minta UMK di Jawa Tengah paling tidak Rp2,5 juta,” tegasnya.

Sekretaris Wilayah (Sekwil) Garmen dan Tekstil Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Jawa Tengah, Slamet Riyadi, menambahkan UMK yang diusulkan Gubernur Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu terhitung rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

“Upah kita rendah sekali dibandingkan Jawa Barat dan daerah lain. Kami minta Gubernur punya tim survei upah layak sendiri di 35 kabupaten dan kota. Survei ini untuk perbandingan apakah usulan Apindo atau buruh sudah sesuai. Hasil suvei Tripartit selama ini sudah dikondisikan,” ujarnya.

Slamet juga mendesak Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah untuk terbuka melansir hasil pertumbuhan ekonomi di setiap daerah. “Kami minta BPS mulai terbuka. Umumkan pertumbuhan ekonomi kepada kami. Kualitas buruh di Jawa Tengah tidak kalah dari buruh Tiongkok dan Vietnam. Kami tidak mau dibayar murah,” kata dia.

Aksi buruh Prabusora di Solo merupakan lanjutan aksi sebelumnya di Solo Baru beberapa waktu lalu. Mereka juga akan melanjutkan aksi turun jalan di Boyolali dan Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya