SOLOPOS.COM - Ilustrasi demo buruh menolak RPP Pengupahan yang dinilai akan semakin memperburuk nasib buruh. (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Upah buruh di Jakarta akhirnya ditetapkan. UMP 2016 DKI Jakarta mencapai Rp3,1 juta.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan nominal Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI pada 2016 senilai Rp3,1 juta. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan Pemprov DKI segera memutuskan angka keputusan sesuai kesediaan antara pengusaha dan pekerja dalam sidang pengupahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kita tetap ikut Peraturan Pemerintah, jadi untuk jalan tengah kesepakatan buruh dan pengusaha diputuskan Rp3,1 juta,” ujar Ahok, Jumat (30/10/2015).

Ahok menuturkan masalah UMP DKI Jakarta disebabkan adanya dualisme peraturan yang berlaku. Berdasarkan PP No. 78/2015, UMP DKI dihitung senilai Rp3,01 juta. Sementara UMP versi survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sesuai UU No. 13/2003, upah senilai Rp3,13 juta.

Hal ini sempat membuat para buruh menggugat ke Mahkamah Agung karena komponen Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 yang tak mengandung unsur kebutuhan hidup layak (KHL) dipandang melanggar peraturan undang-undang yang lama.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi DKI Jakarta Priyono mengatakan, besaran nilai UMP 2016 akan segera direkomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta Ahok. “Dalam sidang ini, perwakilan unsur pengusaha mengusulkan Rp3.010.500. Sementara usulan serikat pekerja sebesar Rp3.133.470. Memperhatikan dua usulan tersebut, pemerintah memiliki usulan Rp3.100.000, maka ditetapkanlah usulan pemerintah yang diterima kedua belah pihak,” kata Priyono.

Perwakilan buruh dalam Dewan Pengupahan, Mohamad Toha, mengatakan pihak buruh mempertimbangkan sangat dalam pengalaman tahun sebelumnya. Hal itu mendorong buruh pun bersedia sedikit mengalah dari target yang awalnya ditentukan. “Kami hanya takut kalau nanti ditentukan pemerintah akan jauh lebih buruk lagi,” ungkap Mohamad Toha.

Pada 2014 dan 2013 misalnya, UMP ditetapkan sebesar Rp2,4 juta meskipun harapan seluruh buruh Jabodetabek saat itu UMP bisa mencapai kepala tiga. Maka ketika pemerintah DKI mengusulkan Rp3,1 juta, para buruh pun tak banyak berkompromi.

Perwakilan buruh KSPSI dalam Dewan Pengupahan DKI, Housni Mubaraq, mengatakan tuntutan buruh DKI yang tinggi bukan tanpa alasan. Menurutnya, survei KHL tidak efektif karena bias dari kenyataan kehidupan Ibu Kota. Oleh sebab itu, buruh DKI menginginkan perumusan UMP janganlah menggunakan PP.

“DKI ini adalah Ibu Kota, daerah khusus, sementara survei KHL dilakukan di pasar tradisional. Padahal masyarakat termasuk buruh di DKI sudah jarang berbelanja di pasar tradisional, mayoritas berbelanja di retail. Akibatnya besaran KHL meningkat, karena perbedaan harga di pasar dan toko retail,” jelas Housni.

Housni mengaku ada solusi lain dilakukan yakni pihak pengusaha bisa memberikan solusi berupa pemberian insentif bagi buruh. Namun, dia pun tak memungkiri bahwa perumusan insentif dalam perumusan tidak mungkin tanpa penghitungan yang matang. “Insentif juga harus ada rumus dan dasar hukumnya. Kalau tidak ada, belum tentu juga pengusaha dan Apindo mau memberi,” ungkap Housni.

Perwakilan pengusaha dalam Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan unsur pengusaha dalam Dewan Pengupahan DKI Jakarta merujuk pada mekanisme pengupahan baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

“Jadi total nilai 11,5 tambahan UMP yang akan dikalikan dengan upah tahun ini Rp2,7 ditemukan angka upah Rp3.010.500. Kalaupun ada insentif tambahan kami tak bisa masukkan dalam komponen upah, karena itu melanggar aturan. Biarkan itu masuk dalam kebijakan perusahaan masing-masing saja,” jelas Sarman.

Sebagai perwakilan dari komponen pengusaha, Sarman memandang kenaikan upah buruh juga menjadi pertimbangan pengusaha menjaring tenaga kerja. Semakin mahal tenaga kerja, semakin sulit pula pengusaha mempekerjakan orang dan membayarnya.

“Kalau UMP terlalu tinggi, ini yang rencananya mau terima 10 karya misalnya, jadi cuma lima orang yang bisa terserap. Upah yang terlalu tinggi juga bisa mengurangi kesempatan kerja,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya