SOLOPOS.COM - Warga memberi derma atau sedekah makanan kepada biku di Jl. Jenderal Sudirman, Solo, Sabtu (10/6/2023). Tradisi Pindapata pertama kali dilakukan di Kota Solo dalam rangka Perayaan Bersama Trisuci Waisak 2567 TB/2023 untuk mengenalkan tradisi umat Budha dan berbagi terhadap sesama. (Solopos.com/Nova Malinda)

Solopos com, SOLO — Untuk kali pertama pindapata digelar di Kota Solo pada Sabtu (10/6/2023) pukul 08.00 WIB setelah perayaan Trisuci Waisak 2566. Pindapata merupakan tradisi lama umat Buddha yang memberikan bahan makanan, obat-obatan, hingga uang kepada para biku. Biasanya, tradisi ini digelar untuk dalam menyambut perayaan Trisuci Waisak.

Sebagai bentuk menghormati dan toleransi umat beragama, Pemerintah Kota Solo memberikan ruang bagi umat Buddha untuk menggelar tradisi ini setelah perayaan Trisuci Waisak. “Ini kan baru pertama di Solo. Tahun ini memang baru pertama kali merayakan Trisuci Waisak,” ucap panitia perayaan dari Kota Solo, Metasiri Sutrisno, saat ditemui di Balai Kota Solo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebelumnya tradisi pindapata sudah dilaksanakan di sejumlah daerah. Tapi Sutrisno menilai, Solo menjadi kota yang mengadakan pindapata paling meriah. “Antusiasme masyarakat sangat tinggi, karena di Jawa Tengah ini baru pertama kali diadakan,” kata dia.

Dalam acara ini panitia mengundang anggota Sangha se-Jawa Tengah ke Kota Solo. Adapun anggota Sangha yang ikut mengelilingi Jalan Jendral Sudirman ada sebanyak 53 orang yang terdiri dari 12 biku, 16 samanera, 19 athasilani, dan enam samaneri.

Mereka berjalan dan berkeliling dari Balai Kota Solo melewati pasar Gede kemudian Simpang Gladag hingga kembali ke Balai Kota. “Kami ingin mengenalkan tradisi buddhist, ini benar-benar kesempatan yang baik, karena memberikan kesempatan umat beragama untuk bisa menerapkan kebaikan dengan cara berdana,” ucap dia.

Secara khusus, tradisi pindapata di Kota Solo pengundang semua wilayah. Khususnya di Jawa Tengah dan sekitarnya. “Dari Jogja kami ada, dari Semarang kami ada, jadi banyak, dari Surabaya juga ada, dari Jakarta juga ada,” ucap dia.

Pemuda asal Kaliwungu Kabupaten Semarang, Aloka, turut melakukan pattidana dalam tradisi pindapata. Menurutnya, kegiatan ini menjadi wujud rasa bakti kepada para leluhur. “Pattidana [pelimpahan jasa] bisa menjadi ladang bagi kami berbuat kebaikan,” ucap dia.

Aloka baru pertama mengikuti tradisi pindapata. Walau begitu, Aloka merasa senang karena tidak perlu bepergian jauh untuk bisa mengikuti tradisi semacam ini.

Sementara suster Cecilia dari Kongregasi Antonius di Jakarta, ikut pula mengikuti tradisi Pindapata. Menurutnya, tradisi semacam ini bisa menambah toleransi antar umat beragama. “Bagi saya pribadi dan masyarakat secara umum, ketika memberikan sesuatu kepada siapa saja harus sesuai dengan kemampuan,” ucap dia.

Rasa toleransi yang tinggi ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersatu. Dan budaya-budaya yang ada inilah yang menyatukan segenap umat antar agama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya