SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (19/8/2019). Esai ini karya Abu Nadhif, jurnalis Harian Solopos. Alamat e-mail penulis adalah abu.nadhif@solopos.co.id.

Solopos.com, SOLO — Sebulan lalu saya menulis esai di halaman ini tentang kelanjutan Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Sepak Bola. Usulan saya adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus membentuk unit khusus permanen untuk menangani pelanggaran-pelanggaran pidana yang terkait dengan sepak bola.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kenapa demikian? Karena sepak bola ini seperti urat nadi kehidupan masyarakat Indonesia. Kegilaan terhadap sepak bola di negeri berpenduduk lebih dari 269 juta jiwa ini tak kalah daripada Brasil, salah satu kiblat sepak bola dunia.

Dibanding Negeri Samba—julukan Brasil–Indonesia punya kelebihan. Di negeri ini klub kecil sekelas liga amatir pendukungnya sangat militant, bahkan tim sekelas turnamen antarkampung (tarkam) pun dibela mati-matian sampai terjadi tawuran massal saat kesebelasan yang didukung kalah.

Saya masih ingat, puluhan tahun lalu, saya adalah bagian dari euforia itu. Meski tidak pernah aktif di sepak bola profesional, saya pernah merasakan sesaknya dada karena bangga akibat dielu-elukan ratusan suporter di desa tempat saya tinggal. Itu terjadi saat tim kampung yang saya bela menang.

Saya juga merasakan hujatan dan makian—bahkan keluarga saya ikut dicerca—kala tim tanpa kasta yang saya bela kalah. Hadiah untuk tim jawara kala itu hanya seekor kambing atau beberapa ekor bebek. Itulah sepak bola Indonesia. Penuh dengan antusiasme. Sarat heroisme.

Rasanya aneh bagi saya ketika tiga pekan setelah tulisan saya itu muncul, Polri memperpanjang masa kerja Satgas Antimafia Sepak Bola hingga November 2019. Pemimpin satgas tetap Brigadir Jenderal Polisi Hendro Pandowo.

Dibentuklah subsatgas di 13 kepolisian daerah (polda), yaitu di Polda Metro Jaya, Polda Jawa Timur, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah, Polda Bali, Polda Lampung, Polda Papua, Polda Sumatra Barat, Polda Sumatra Selatan, Polda Kalimatan Tengah, Polda Kalimantan Timur, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Daerah Istimewa Yogjayakarta.

Salah satu agenda satgas adalah membahas peluang kerja sama dengan Komisi Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Komdis PSSI). Subsatgas dipimpin direktur kriminal umum di setiap polda.

Subsatgas berkoordinasi dengan panitia penyelenggara dan Komdis PSSI dalam pengawasan Liga 1. Hal itu bertujuan menghilangkan praktik pengaturan skor dalam sepak bola di tempat pertandingan tersebut digelar.

Masalah Integritas

Sekilas langkah polri ini akan dapat menyelesaikan masalah integritas di sepak bola Indonesia. Benarkah? Saya tidak yakin. Bukan organisasi bersifat ad hoc seperti ini yang dibutuhkan, tapi yang bersifat permanen.

Kenapa? Karena sepak bola dimainkan nyaris setiap hari. Peluang mempermainkan sepak bola terjadi di setiap tarikan napas kita. Lihat saja ajang Piala Indonesia 2018 yang baru kelar 7 Agustus 2019 lalu.

Durasi pertandingan yang melibatkan 128 tim dari tiga kasta (Liga 1, Liga 2, dan Liga 3) yang hampir satu tahun memberikan peluang teramat besar untuk dipermainkan para mafia. Belum lagi pertandingan di tiga kasta liga tersebut yang lebih bergengsi. Nilai ekonominya jelas lebih besar bagi para spekulan sepak bola.

Sementara dengan status satgas yang hanya bertugas empat bulan ke depan, optimalisasi kerja mereka sungguh harus diragukan. Apa yang diharapkan dari kerja maraton 120 hari? Seriuskah para penyidik polisi yang hanya bertugas dengan status sementara?

Satgas hanya membidik pertandingan di Liga 1, padahal mafia sepak bola beroperasi mulai dari liga amatir hingga liga 1. Menurut saya, keberadaan unit antimafia sepak bola di Polri bersifat mutlak.

Dengan unit yang bersifat permanen layaknya unit tindak pidana umum, unit tindak pidana korupsi, atau tindak pidana  tertentu di setiap markas kepolisian, kerja polisi menangani pidana sepak bola menjadi lebih terarah dan terukur.

Polri tidak harus berkoordinasi dengan PSSI untuk menindak pelanggar aturan dalam sepak bola? Semua tahu, sebagian anggota PSSI adalah bagian dari masalah integritas di sepak bola negeri ini. Jika menunggu koordinasi dengan PSSI, pembersihan sepak bola dari para mafia akan jalan di tempat.

Intelijen

Jika ada unit khusus penindak mafia sepak bola, Polri langsung bisa bergerak secara independen setiap menerima informasi. Polisi bisa bertindak dengan sistem jemput bola tanpa harus menunggu laporan masuk. Sistem intelijen di Polri sudah teruji menjemput informasi.  

Saya memimpikan hal ini. Jika ini terjadi, Polri akan mencatatkan sejarah dengan tinta emas. Polri akan dikenang secara gemilang. Jadi status polisi baik bukan hanya milik Kapolri Jenderal Hoegeng pada era Orde Lama, patung polisi, dan polisi tidur.

Jika kemudian PSSI menyediakan diri untuk bekerja sama, tentu itu lebih baik. Masalahnya, beranikah PSSI melakukan itu? Beranikah PSSI membuka boroknya sendiri? Secara pribadi, saya tidak (atau belum) yakin.

Sampai sejauh ini komitmen mereka membersihkan sepak bola dari mafia baru di mulut. Selebihnya, lebih banyak ngeles setiap ada kasus.  Bulan lalu saya bercerita tentang pengalaman pribadi saya mengobrol dengan seorang mantan manajer klub Liga 2.

Dengan sangat enteng sang manajer bercerita tentang ”perselingkuhan para manajer klub” demi meraih rupiah berdalih menyenangkan suporter. Versi dia, nyaris semua petinggi klub melakukan kongkalikong. Mereka akan berganti-ganti pasangan di setiap musim sepak bola digelar.



Tidak terlihat nada penyesalan dari sang mantan manajer tersebut saat menceritakan kebobrokan sepak bola Indonesia. Ia berkisah dengan bibir yang tanpa henti menyunggingkan senyum.

Saat esai ini saya tulis, saya tahu dia masih aktif di sepak bola Indonesia. Jika begitu, masihkah kita menunggu iktikad baik PSSI untuk membersihkan mafia sepak bola? Jangan-jangan, kita sedang menjadi pungguk yang merindukan bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya