SOLOPOS.COM - Kepala Dusun Sleker, Desa Kopeng, Getasan, Kabupaten Semarang saat menyiram kaki penari Gambyong dari sumber mata air Umbul Songo Minggu (18/9/2022). (Solopos.com – Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Ada ritual khusus dalam acara Merti Dusun Sleker, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yaitu saat pengambilan air di mata air Umbul Songo.

Dalam ritual itu, saat Kepala Dusun Slekar mengambil air, ada lima orang yang terus melakukan tarian. Tarian tersebut tanpa diiringi nyanyian dan gamelan. Sehingga tarian itu terlihat khusyuk. Sebelum mengambil air, Kepala Dusun juga menyediakan beberapa sesaji.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Dusun Sleker, Slamet Sulasdi, mengatakan saat hendak mengambil air menyiapkan sesajen yang harus dipenuhi. Sesajen itu seperti ayam ingkung, ayam hidup, dua telor betina dan jantan, dan lainnya. Sedangkan jumlah sesaji itu harus berjumlah 23 jenis. Hal itu merupakan tradisi dari nenek moyang dan harus tetap dilestarikan.

Selain itu, kata Slamet, cerita dari nenek moyang, ketika Saparan harus menampilkan kesenian tradisional. Dahulu selain menampilkan pementasan wayang kulit, juga dengan menampilkan tayub. Namun karena kesenian tayub di daerah pegunungan sudah hilang, saat ini diubah menjadi tarian gambyong.

Baca Juga: Tabarakan Beruntun Maut 13 Kendaraan di Tol Pejagan-Pemalang, Ini Penyebabnya

“Makanya yang mangku wilayah kalau dikasih pertunjukan Gambyong itu sangat senang sekali. Sangat senang sekali itu,” ujarnya kepada Solopos.com, Minggu (18/9/2022).

Slamet menuturkan penari Gambyong itu suci dan air dari sumber mata air Umbul Songo juga suci. Sehingga air dari mata air itu ditaburkan di kaki penari gambyong saat menari.

“Jika penari Gambyong belum suci, ditambah air dari mata air, biar tambah suci,” jelasnya.

Diharapkan Slamet, dengan kondisi yang sudah mulai normal pasca pandemi Covid-19, tahun depan acara Merti  Dusun bisa digelar lebih meriah. Sebab kalau kirab berjalan dengan semarak, hal tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.

Baca Juga: Kecelakaan Beruntun Libatkan Belasan Kendaraan di Tol Pejagan-Pemalang, 1 Tewas

“Kalau kita bersyukur kok kita banyak mengeluarkan anggaran, anggaran itu tidak hangus. Masyarakat ditambah rezeki, tembah kesehatan, kedamaian, dan kenyamanan,”ujarnya.

Kepala Seksi Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Slamet Widodo mengatakan Saparan menjadi ciri khas di Kecamatan Getasan. Setiap desa maupun dusun memperingatinya sebagai wujud syukur kepada Tuhan.

“Kalau di Kecamatan Getasan pada umumnya, Saparan diperingati setiap dusun. Hari ini aja kira-kira ada 20 dusun yang melaksanakan Saparan,” ungkapnya.

Setiap dusun memiliki waktu masing-masing dalam memperingati Saparan. Selain itu berbeda-beda dalam memperingatinya. Penetapan hari dan acara dilakukan secara mufakat di daerah masing-masing. Intinya adalah saling berkunjung antar masyarakat. Walaupun sederhana, masing-masing dusun tetap melaksanakan.

“Sebagai wujud silaturrahim antar masyarakat. Tanpa memandang agama dan lain sebagainya. Saya kira ini adat yang cukup bagus di desa,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya