SOLOPOS.COM - Warga mengarak hewan peliharaan mereka dalam tradisi Lebaran sapi di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Rabu (17/4/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Ratusan ekor sapi memadati jalanan miring di Lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, untuk memeriahkan Lebaran, Rabu (17/4/2024) pagi.

Beberapa sapi terlihat berkalung ketupat dan tanduknya dihias. Ada juga sapi yang badannya diwarnai. Beberapa warga berdiri di samping sapi dan memegang tali kekang. Beberapa di antara mereka juga terlihat menunggangi sapi masing-masing.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ketua RW 004 Dukuh Mlambong, Jaman, mengungkapkan tradisi Lebaran Sapi atau Bakdo Sapi itu dilaksanakan setiap hari kedelapan bulan Syawal atau H+7 Lebaran.

Saat Lebaran Sapi, hewan peliharaan seperti sapi dan kambing dikeluarkan untuk diarak keliling Desa Sruni, Musuk, Boyolali. Selain itu juga agar sapi dan kambing itu bisa bertemu dengan sapi dan kambing lain.

“Lebaran Sapi ini merupakan tradisi tahunan sejak zaman dahulu. Setiap tahun pada hari kedelapan bulan Syawal, dilakukan Lebaran Sapi. Tahun ini ada 300-400 ekor sapi [yang diarak],” ujar Jaman di sela-sela kegiatan.

Maksud kegiatan tersebut, lanjut dia, untuk memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat serta memeriahkan Lebaran. Tradisi Lebaran sapi juga sebagai branding dan promosi Desa Sruni.

“Kebetulan sebanyak 99% masyarakat di sini adalah petani-ternak dan 100% agama Islam,” kata dia.

Beberapa sapi yang diarak dikalungi ketupat. Jaman menjelaskan makna ketupat yaitu ngaku lepat atau mengaku salah. Sehingga, sapi yang diberi kalung ketupat memiliki makna warga yang memelihara sapi meminta maaf kepada hewan peliharaannya.

“Sapi-sapi juga keluar dari kandang, saling bertemu dan meminta maaf,” kata dia. Kegiatan arak-arakan sapi itu diiringi doa agar Allah memberikan rezeki yang lebih.

Harapan Rezeki Melimpah

Jaman mencontohkan tambahan rezeki tersebut berupa daging sapi yang baik dan susu melimpah. Sapi yang bertemu dengan hewan lain diharapkan juga bisa menambah keinginan mereka untuk bereproduksi agar memperbanyak jumlah hewan ternak warga.

“Sapi juga membantu masyarakat dalam sektor pertanian, peternakan, dan tabungan bagi warga. Ini ucapan syukur kepada Allah dengan cara mengarak sapi,” kata dia.

Ia menjelaskan tradisi Lebaran Sapi dimulai sejak salah satu penyebar agama Islam, Kiai Anwar Siraj, sekitar 1951 datang dan menetap di Sruni. Setiap hari Syawal kedelapan, Kiai Anwar Siraj mengeluarkan sapi, memandikan, menggembala, dan mempertemukan dengan sapi-sapi lain.

Dari situ para tetangga lain mengikuti kebiasaan Kiai Anwar Siraj dengan cara sederhana yaitu sapi dimandikan dan dipertemukan dengan sapi lain. Seiring waktu berjalan, Lebaran Sapi menjadi tradisi masyarakat Sruni, Musuk, Boyolali.

Kemudian, pada 2014 oleh Ketua RW saat itu dibuat agenda besar sekaligus ajang promosi desa ditambah arak-arakan sapi. Sementara itu, salah satu warga, Marjono, mengaku membawa enam sapinya untuk diarak.

Sebelum diarak, sapi-sapinya dimandikan terlebih dulu dan diberi wewangian. Sapi milik Marjono juga diberi makan ketupat sebelum diarak keluar.

Saat diarak keluar para sapi dikalungi ketupat dan bertemu dengan hewan ternak milik warga lain. Marjono menjelaskan empat sapinya akan dibawa oleh masing-masing anaknya sementara ia memegang dua sapi.

“Namanya juga Lebaran Sapi, jadi sapinya lebaran diberi wewangian seperti kita kalau mau keluar silaturahmi membawa pakaian dan wewangian terbaik. Ini juga wujud syukur kepada Allah SWT karena bisa mencukupi kebutuhan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya