SOLOPOS.COM - Dua Malam Sehari (kiri) (Istimewa-Dokumentasi Pribadi)

Solopos.com, KARANGANYAR-Lelaki yang lahir 13 Mei 1975 di Karanganyar ini memiliki nama unik, Dua Malam Sehari.

Biasanya, kita akan mendengar kalimat itu saat berbincang tentang berapa lama waktu atau durasi. Tetapi, kalimat itu disematkan menjadi nama seseorang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hari, sapaan akrabnya, mendapat nama Dua Malam Sehari itu dari almarhum bapaknya, Sapuan Djoyo Supadmo. Gara-garanya, Hari tidak kunjung lahir sesuai prediksi.

Pendaki Gunung Lawu Meninggal, Polres Karanganyar Periksa 5 Orang

Ibunya, Sutasmi Djoyo Supadmo, harus menanggung sakit selama satu hari, dua malam karena bayi dalam kandungannya tidak lahir sesuai prediksi.

"Yang memberi nama almarhum bapak. Kenapa dinamakan Dua Malam Sehari itu karena cerita waktu itu, saya tidak kunjung lahir. Padahal seharusnya itu sudah saatnya saya lahir. Ibu saya harus merasakan sakit selama dua malam sehari. Orang desa nyebutnya 'nglarani'," cerita Hari saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (9/7/2020).

Suami Ratna Widuri itu menuturkan ibunya melahirkan di rumah dibantu bidan setempat. Dia menggambarkan ilmu medis kala itu belum maju dan lengkap seperti sekarang.

Wow, Warga Kini Bisa Cetak KK hingga Akta Kelahiran Sendiri

"Ibu saya dibantu bidan, Bu Win namanya. Bidan di Dukuh Sawahan, Desa Karangpandan, Kecamatan Karangpandan. Rumahnya tidak jauh dari rumah orang tua saya itu," tuturnya.

Orang tua Hari sudah meninggal, tetapi nama yang diberikan menjadi pengingat. Hari menyebut tidak ada arti khusus pada namanya. Tetapi, nama pemberian bapaknya itu akan selalu mengingatkan dirinya terhadap perjuangan ibunya.

Ibunya harus menahan sakit hingga anak nomor lima itu lahir. Hari anak kelima dari enam bersaudara. "Pada waktu itu keluarga khawatir, mencekam. Bayi di perut selama dua malam sehari belum lahir. Ketuban sudah pecah, khawatir oksigen semakin berkurang. Keluarga sudah duduk di sekitar ibu. Menunggu perjuangan ibu, kesakitan," tutur dia.

Update Covid-19 Grobogan, Ibu dan Anak Positif!

 

Malu

Ternyata, Hari muda tidak bisa menutupi rasa malu kala itu. Terutama setiap dia mengurus administrasi di instansi maupun pada kesempatan lain saat namanya disebut. Sejumlah orang yang mendengar namanya Dua Malam Sehari terkekeh dan melayangkan ejekan.

"Saat TK itu belum paham. Waktu SD, setiap menerima buku kan nama dipanggil. Di SMP, SMA, atau saat mencari SIM, KTP. Muka saya selalu merah padam ketika nama saya dipanggil. Kan memanggilnya teriak-teriak atau pakai mikropon. Ada yang bully ke hal-hal seperti itu. Ya agak malu," tutur dia.

Pernah, Hari menyiasati dengan menyisipkan secarik kertas pada setiap berkas yang dia bawa. Kertas bertuliskan "Dua Malam Sehari. Nama panggilan, Hari".
Kertas dijepit menggunakan klip pada berkas yang dikumpulkan. Harapannya, petugas yang memanggil tidak akan menyebutkan nama lengkapnya, tetapi hanya nama panggilan.

Begini Cara Cetak KK hingga Akta Kelahiran Sendiri

"Jadi kalau saya mengurus berkas di tempat umum, saya kasih tulisan. Mulai SMA kelas dua, saya lakukan itu. Saya tulisi di kertas itu, 'Dua Malam Sehari. Nama panggilan, Hari". Tetapi ada kejadian tulisan itu dibaca utuh sama petugas pas daftar TNI di Warastratama," ungkap dia terkekeh.

Meski demikian, Hari tidak berpikir akan mengganti nama pemberian orang tua. Lelaki yang bekerja sebagai wirausahawan itu mengaku sudah tidak tersinggung dengan tatapan aneh orang-orang saat mendengar namanya.

"Mereka tidak tahu nama ini. Ada bully apa pun belum pernah sekalipun menanggapi negatif atau marah. Apa pun itu doa. Saya tidak perlu menanggapi negatif atau berlebihan," kata dia.

Sindir Menteri Lagi, Jokowi Sebut WFH seperti Cuti

 

Karier Moncer

Kariernya di bidang olahraga, terutama sepak bola moncer. Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) ASMI di Karanganyar tahun 1998 itu mengenal dunia sepak bola sejak SD.

Hobi bermain sepak bola disalurkan dengan bergabung pada klub di Desa Karangpandan. Dia menyeriusi hobinya itu. Saat SMP hingga SMA, Hari gemar mengikuti turnamen antarkampung.



"Saat kuliah itu, ternyata saya satu kampus dengan pemain-pemain sepak bola nasional. Ada penyerang Persija Jakarta Wahyu Teguh, Wasis Setiawan Persis Solo. Tahun 2010, bersama Rochy Putiray bikin sekolah sepak bola. Lokasi latihan di lapangan Desa Karangpandan. Sekarang sudah tidak jalan," ungkap dia.

Duh! 1.262 Siswa-Pelatih Secapa TNI AD Bandung Positif Covid-19

Tetapi, Hari masih membukti kecintaannya pada dunia sepak bola. Salah satunya mendirikan sekolah sepak bola di Karangpandan, yakni Jaya Muda. Dia bersama sejumlah pemain nasional, seperti Sukisno, Agung Setyabudi, dan lain-lain. Hari juga menyelenggarakan turnamen Plumbon Cup di Stadion Mini Plumbon, Tawangmangu.

"Persis Solo dengan PSBK Blitar. Tiket resmi yang terjual 8.620 lembar. Karier spektakuler. Saya sudah mengundang pemain nasional itu ada lima kali," ujarnya.

Hari bermimpi mendirikan sekolah sepak bola lagi. Tetapi nanti setelah musyawarah cabang (muscab) asosiasi kabupaten (Askab) PSSI Karanganyar rampung.

Gubernur Jateng: Waspada, Perut Merapi Bengkak!

Hari didaulat menjadi Ketua Askab PSSI Karanganyar periode lalu. Kepengurusannya rampung pada 17 Maret 2020.

"2021, Mau bikin sekolah sepak bola lagi. Mewadahi, melatih, dan membina, menyalurkan bibit-bibit pemain sepak bola. Mimpi bikin turnamen lagi di wilayah timur Karanganyar. Sudah ada lapangan bagus di Ngargoyoso, mini stadion Plumbon Tawangmangu, Koripan Matesih. Sudah bagus lapangannya. Bisa menyedot magnet. Saya ingin berbakti di Kabupaten Karanganyar [lewat sepak bola]."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya