SOLOPOS.COM - Warga beraktivitas di sekitar Monumen Sate Tongseng di Dukuh Glagahombo, Desa Blumbang, Kecamatan Klego, Boyolali, Rabu (26/4/2023). (Solopos/Bayu Jatmiko Adi)

Solopos.com, BOYOLALI — Dukuh Glagahombo, Desa Blumbang, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, bisa disebut kampung satai karena banyak warganya yang berjualan satai tongseng. Bukan hanya di Boyolali atau Jawa Tengah, warga Glagahombo juga banyak yang merantau ke Jakarta dan sekitarnya untuk berjualan satai.

Jika mengunjungi Glagahombo, selain akan disambut warga yang ramah, juga akan disambut dengan monumen satai tongseng di tengah perempatan jalan kampung. Monumen tersebut berbentuk segi delapan pada bagian bawah dan memiliki ornamen gunungan dengan tulisan IKKG yang merupakan singkatan dari Ikatan Kerukunan Keluarga Glagahombo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Terdapat patung dua tokoh Punokawan di bagian atasnya. Keduanya sedang menghadap semacam lapak satai pikul. Patung dengan dominasi warna emas.

Monumen tersebut seakan ingin menunjukkan bahwa satai tongseng memang telah menjadi ciri khas Glagahombo, Blumbang, Klego, Boyolali, merupakan kampung satai. Ketua IKKG, Sudadi, membenarkan mayoritas warga Glagahombo merupakan pedagang sate tongseng.

“Jadi, awalnya dulu sekitar tahun 1960. Dulu baru beberapa orang [yang berjualan satai]. Kemudian diikuti warga lain yang antusias [untuk berjualan satai hingga saat ini],” jelas dia kepada Solopos.com, Rabu (26/4/2023).

Bahkan saat ini warga Glagahombo banyak yang berjualan satai dan tongseng kambing hingga luar daerah, tepatnya di Jakarta dan sekitarnya. Dia menyebut saat ini sudah ada sekitar 500 outlet satai milik warga Glagahombo yang tersebar di Jabodetabek.

“Lebih dari 500 outlet yang tersebar di Jabodetabek. Anggota IKKG ada sekitar 500 keluarga [yang merantau], kalau jumlah jiwanya bisa ribuan,” lanjut dia.

Berperan dalam Pembangunan Kampung Halaman

Meski sudah sukses merantau dengan menjual satai tongseng, namun warga Glagahombo, Klego, Boyolali, yang tergabung di IKKG, tidak lupa dengan kampung halaman. Sudadi mengatakan secara bertahap, warga Glagahombo yang merantau tersebut juga memberi perhatian pada kampung halaman mereka.

Menurutnya, sejak berdirinya IKKG pada tahun 1982, sejauh ini telah berperan dalam mendukung pembangunan di daerah asalnya, baik pembangunan fisik maupun dalam hal pemberdayaan masyarakat. Warga perantau juga secara rutin menggelar pertemuan lima tahunan di kampung halamannya.

Seperti pada Rabu (26/4/2023) pagi, di Glagahombo digelar halalbihalal yang merupakan acara lima tahunan yang melibatkan baik warga yang tinggal di dukuh itu maupun warga yang merantau. “Dari Jakarta ini ada sekitar 1.200 orang yang pulang kampung untuk acara ini,” kata Sudadi.

Salah satu warga yang merantau dari Glagahombo yang ikut acara tersebut adalah Jumarudin. Sejak lulus dari SMA, sekitar 2005 lalu, Jumarudin membulatkan tekad untuk ikut mengadu nasib dengan berjualan satai di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Dia merintis sendiri usahanya hingga berjalan hingga saat ini. “Dulu tertarik berjualan di Jakarta ya karena keluarga besar saya semua jualan satai. Mereka menyebar, ada yang di Jakarta Timur, Jakarta Utara dan sebagainya,” kata dia.

Kegiatan lima tahunan yang dia ikuti saat itu menjadi semacam obat rindu untuk bisa mengunjungi keluarga dan kampung halaman. Kadus Glagahombo, Blumbang, Klego, Boyolali, Dibyanto, mengatakan sejak dulu warga kampung tersebut memang sudah banyak yang berjualan satai.

Mengurangi Pengangguran

Menurutnya, warga Glagahombo dulu menjual satai dengan cara dipikul. Mereka berjualan satai hingga ke Solo. Seiring berjalannya waktu, banyak juga anak cucu yang tertarik melanjutkan perjuangan kakek nenek atau orang tua yang berjualan satai hingga ke Jakarta.

“Kondisi ekonomi di Glagahombo dulu masih rendah. Sampai akhirnya terpikir, para anak-anaknya untuk ikut melanjutkan perjuangan keluarganya. Dengan menjalankan usaha di perantauan itu alhamdulillah bisa mendongkrak ekonomi khususnya warga dukuh ini,” kata dia.

Ia menyebutkan saat ini ada sekitar 50 warga Kampung Glagahombo, Boyolali, yang berjualan satai di daerah setempat atau lingkup Jawa Tengah. Sedangkan yang berjualan di Jakarta dan sekitarnya sudah ada sekitar 500 outlet.

Sedangkan jumlah warga yang merantau diperkirakan ada 1.500 jiwa. Selain meningkatkan perekonomian warga Glagahombo, usaha berjualan satai hingga luar daerah itu juga membantu meningkatkan perekonomian warga di sekitar Glagahombo.

Pelaku usaha dari Glagahombo juga mengambil tenaga kerja dari warga sekitar. Dengan begitu menurut Dibyanto, hal tersebut bisa mengurangi pengangguran.

Baginya, yang unik dan membanggakan dari masyarakat di Glagahombo, meski banyak yang merantau dan sebagian sudah domisili di lokasi perantauan, mereka tetap peduli kampung halaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya