SOLOPOS.COM - Foto udara kebakaran lahan di kawasan Kabupaten Banyuasin, Sumsel, Selasa (20/10/2015). Berdasar pantauan satelit Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menemukan 654 titik panas berada di Sumatra Selatan. (JIBI/Solopos/Antara/Nova Wahyudi)

Parlemen Uni Eropa melarang penggunaan minyak sawit dengan alasan merusak hutan Sumatra dan Kalimantan. Indonesia memprotesnya.

Solopos.com, JAKARTA — Parlemen Eropa melarang pemakaian biodisel berbasis sawit dengan tudingan menciptakan masalah deforestasi, korupsi, pekerja anak, dan pelanggaran HAM. Pemerintah Indonesia menganggap larangan itu akan memicu perang dagang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memaparkan pihaknya telah mengirimkan surat keberatan secara resmi kepada Uni Eropa sebagai respons atas larangan itu. “Apa yang disampaikan tidak ada dasarnya dan patut diduga atau ditengarai bahwa ini ada kepentingan bisnis yang lain karena minyak-minyak yang diproduksi oleh Eropa,” ucap Enggar di Jakarta, Senin (10/4/2017).

Soal deforestasi misalnya, dia justru mempersoalkan situasi serupa yang terjadi di Eropa. Enggar pun telah menyampaikan ke negeri Benua Biru tersebut bahwa minyak sawit sangat penting bagi Indonesia. “Kalau boleh diibaratkan sama dengan Airbus bagi mereka, pentingnya dari sisi ekonomi,” jelasnya.

Namun demikan, yang lebih penting lagi, masalah tersebut juga terkait dengan nasib petani. Tanpa bermaksud mengancam, tidak mustahil jika parlemen di Indonesia akan memiliki pendapat yang serupa terhadap produk-produk Eropa.

“Jadi bukan tidak mungkin apa yang dikhawatirkan dengan perang dagang dapat terjadi. Tapi kita akan melalui suatu proses sesuai dengan jalur yang ada, kita sampaikan ini secara resmi kepada para menteri terkait dan nanti saya akan sampaikan juga kepada duta besar Uni Eropa,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan Bisnis/JIBI, parlemen Eropa telah meloloskan resolusi yang terangkum dalam Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests. Laporan itu disetujui oleh 640 anggota parlemen, berbanding 18 orang yang menolak dan 28 anggota abstain.

Resolusi berawal dari mosi Katerina Konecna, anggota Komite Lingkungan, Kesehatan Publik, dan Keamanan Makanan, pada 3 November 2016. Katerina berargumen bahwa kelapa sawit sudah 20 tahun menjadi pemicu kerusakan keanekaragaman hayati, khususnya hutan hujan tropis di Sumatra dan Kalimantan.

Legislator asal Ceko itu menilai Uni Eropa atau Benua Biru memiliki tanggung jawab moral untuk menekan kerusakan lanjutan karena Benua Biru adalah pasar ketiga terbesar minyak kelapa sawit dunia. Misi itu diklaim sejalan pula dengan United Nations Sustainable Development Goals (SDG) dan ratifikasi Paris Agreemen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya