SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi buruh (Foto: Dokumentasi)

JAKARTA–Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo harus memanggil Dewan Pengupahan terkait keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp2,2 juta bagi buruh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Alasannya, Apindo tetap menginginkan agar nominal Rp2,2 juta itu diberlakukan hanya untuk perusahaan-perusahaan besar saja. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan sekelas Usaha Kecil Menengah (UKM) itu tidak disamakan.

“Karena perusahaan UKM itu nggak sanggup bayar. Sekarangpun Rp1,5 juta mereka nggak sanggup bayar,” kata Sofjan di Jakarta, Minggu (18/11/2012).

Ekspedisi Mudik 2024

Undang-Undang perburuhan, lanjutnya, menyatakan jika perusahaan tidak sanggup membayar gaji sesuai UMP akan dipidanakan. Hal itulah yang tidak dikehendaki oleh Apindo.

Sofjan berpendapat untuk perusahaan-perusahaan besar memang bisa membayar upah buruh sesuai UMP. Namun, UKM dan perusahaan level intensif belum mampu memenuhinya.

Jika hal itu dipaksakan, para investor tentu akan lari dari Indonesia. Perusahaan-perusahaan kecil itu tidak akan sanggup jika para pekerjanya menuntut kesetaraan dengan UMP yang ditetapkan.

Padahal, dari data yang dimiliki Apindo sebanyak 90% perusahaan di Indonesia masih berupa UKM. Perusahaan UKM itulah yang ingin diselamatkan keberadaannya di Indonesia. Bukan untuk perusahaan-perusahaan besar.

“Ini yang harus dimengerti oleh pemerintah kita karena apapun yang menjaga ekonomi kita. UKM kita senebenarnya pemerataan ekonomi adalah oleh UKM, perusahaan yang besar-besar itu hanya untuk pertumbuhan,” ujarnya.

Sofjan menegaskan, keputusan UMP DKI Jakarta yang mencapai Rp2,2 juta dapat menimbulkan efek domino bagi daerah lain. Sebab, Jakarta merupakan pusat barometer ekonomi sehingga menjadi standar bagi pengupahan di Tanah Air.

Untuk itu, dia memprediksi keputusan itu akan diikuti oleh daerah-daerah lain. Mereka juga akan menuntut untuk menaikkan upah buruh setinggi-tingginya.

Bagi pengusaha, memang akan mengalami kerugian pada tahun-tahun pertama kebijakan itu diberlakukan. Namun, pengusaha akan melakukan banyak cara untuk menutup kerugian dan keberlangsungan perusahaan tetap terjaga.

Salah satunya dengan cara memberlakukan rasionalisasi operasionalnya. Sofjan mencontohkan, sebuah perusahaan akan melakukan pengurangan karyawan atas dasar efisiensi anggaran.

“Dia nggak perlu lebih banyak, dia akan kurangi karyawan, saya takut rasionalisasi mengurangi pemakaian buruh ini sehingga banyak pengangguran. Pemerintah rugi juga karena pembayaran pajak berkurang, kalau dia tidak bisa untung lagi,” kata dia.

Kemudian, lanjutnya, pengusaha akan terdorong untuk menjadi importir dari pada berproduksi di dalam negeri. Hal itu menjadi ketakutan Apindo jika upah buruh dinaikkan begitu tinggi.

“Karena semua kebijakan ini populis, ekonomi dunia ini lagi susah. Lalu ada kenaikan kita listrik, gas naik, semua naik tahun depan. Kalau semua naik bisa nggak kita lawan barang-barang impor itu? Nggak bisa,” katanya.

Padahal selama ini Apindo dan semua pihak sudah berupaya untuk menghadapi serbuan barang-barang impor. Terutama setelah adanya kebijakan bea masuk nol persen. Bagi pengusaha, menjadi importir lebih menguntungkan dibandingkan dengan produksi sendiri.

Sikap Apindo jelas tetap meminta UMP Rp2,2 juta itu bagi perusahaan-perusahaan besar saja. UKM dan industri padat karya sebaiknya dikecualikan agar bisa membayar lebih kecil.

“Yang besar bayar besar, yang kecil bayar kecil, itu saja yang kita minta. Proporsional saja. Jangan UU itu menyamaratakan yang besar dan kecil,” ungkapnya.

Sofjan berkata bahwa tidak perlu ada standar bagi perusahaan-perusahaan kecil dan UKM. Biarkan mereka membicarakan dengan pihak buruh agar terjadi kesepakatan diantara mereka. Tidak perlu diatur-atur dalam UMP.

Sementara itu, Pemerintah akhirnya memutuskan hanya dua model hubungan pekerjaan antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Keputusan pemerintah dari hasil pembahasan dengan serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha, yakni pertama, pemborongan pekerjaan.

Kedua, hubungan kerja dengan penempatan tenaga kerja (outsourcing) dengan menggunakan perusahaan jasa pengerah tenaga kerja.

Sofjan menuturkan  ada beberapa asosiasi yang akan membawa ke ranah hukum terkait keputusan pemerintah itu. Menurutnya, keputusan pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang.



“Undang-Undang mengatakan yang 5 jenis pekerjaan itu hanya antara lain. Sedangkan itu sektornya kan berbeda-beda,” kata Sofjan.

Dia mencontohkan, untuk perusahaan konstruksi yang membangun proyek hanya 3 tahun tidak serta merta semua karyawan menjadi karyawan tetap. Mereka tetap harus menggunakan jasa perusahaan outsourching.

Begitu pula dengan asosiasi-asosiasi buruh difabel (cacat). Sebagian besar buruh-buruh tunanetra dan berkebutuhan khusus lainnya itu menggunakan jasa perusahaan outsourching.

Jika peraturan itu diberlakukan, buruh difabel tidak akan lagi berkesempatan untuk dapat bekerja. Sebab, tidak ada perusahaan outsourcing yang bisa menyalurkan mereka.

“Mereka juga mengeluh. Sedangkan outsorching cuma bisa 5 jenis pekerjaan saja. Sektor setiap perusahaan yang mana yang core dan non core itu kan lain. Makanya pasti akan digugat,” katanya.

Untuk status buruh borongan, Apindo sudah menyepakati dengan usulan dewan pengupahan. Dia mengaku mengikuti rapat bersama dewan pengupahan itu. Justru yang tidak hadir adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.

Ketika rapat itu, Muhaimin hanya diwakili oleh Dirjen Tenaga Kerja Rianto Simbolon. Dia menyayangkan ketidakhadiran Muhaimin. Sedangkan sekarang Muhaimin justru mengumumkan kepada masyarakat sebelum dibicarakan dengan Apindo.

Sebelumnya Apindo meminta Muhaimin untuk menjelaskan keputusannya. Nantinya akan dipelajari terlebih dahulu agar tidak ada kekeliruan dalam sebuah keputusan penting. Namun ternyata Muhaimin sudah mengumumkan langsung kepada masyarakat.

“Nanti kalau saya komentari ternyata isinya lain dari yang saya bicarakan, kita tunggu lah, setelah itu baru kita tantang dia bertentangan dengan UU pasti akan menggugat, tapi kalau enggak ya tidak,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya