SOLOPOS.COM - Para buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jateng berdemo di depan Kantor Gubernur Jateng, Jl. Pahlawan, Semarang, Senin (31/10/2016). Mereka berdemo menolak penetapan upah berdasarkan PP No. 78/2015. (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

UMP Jateng 2017 diputuskan Rp1.367.000 yang dianggap organisasi para buruh, KSBSI Jateng tidak berpihak pada mereka.

Semarangpos.com, SEMARANG – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Jawa Tengah (Jateng) menilai upah minimum provinsi (UMP) Jateng 2017 yang baru ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng senilai Rp1.367.000 tidak berpihak pada para pekerja atau kaum buruh. Mereka menilai seharusnya besaran UMP di Jateng pada tahun 2017 ditetapkan lebih tinggi, yakni sekitar Rp1,7 juta.

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

Sekretaris KSBSI Jateng, Slamet Mahmudi, menilai penetapan UMP Jateng 2017 sebesar Rp1.367.000 itu diputuskan tanpa mempertimbangkan komponen standar kebutuhan hidup layak (KHL) di Jateng. Alhasil besarnya UMP itu sangat tidak sesuai dengan keinginan para buruh.

Ekspedisi Mudik 2024

“Seharusnya sebelum memutuskan itu kami, dari kaum buruh, diajak berunding. Tapi, sampai sekarang kami belum pernah diajak berdialog terkait penetapan UMP ini. Kami sangat menyayangkan, karena jumlah UMP Jateng 2017 itu tidak mengakomodasi kepentingan kaum buruh atau pekerja,” terang Slamet saat dihubungi Semarangpos.com, Rabu (2/11/2017).

Penetapan UMP Jateng 2017 memang belum diumumkan secara resmi oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo. Namun dari bocoran yang diterima Semarangpos.com dari Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Kadisnakertransduk) Jateng, Wika Bintang, jumlah UMP Jateng 2017 adalah Rp1.367.000. “Sudah ditetapkan oleh Pak Gubernur kok. Besarnya UMP Jateng 2017 adalah Rp1.367.000,” tutur Wika saat dihubungi Semarangpos.com, Rabu siang.

Terkait penetapan UMP senilai itu, Slamet menilai hal itu lebih dikarenakan Pemprov Jateng mengikuti aturan dari pemerintah pusat terkait sistem pengupahan yang mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dengan PP itu, praktis penetapan pengupahan tidak mempertimbangkan komponen standar KHL seperti tahun-tahun sebelumnya dan lebih menggunakan rumus pertumbuhan ekonomi, inflansi, maupun upah berjalan.

”Kalau seperti itu ya repot. Tahun lalu saja, dari data yang kami peroleh, UMK di Kudus itu naik sekitar 16%. Tahun ini hanya 8,4%. Kalau naiknya sangat kecil para buruh akan kesulitan. Terlebih lagi harga-harga kebutuhan pokok saat ini terus naik,”terang Slamet.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya