SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Luar biasa. Barangkali kata itu yang bisa terungkap dari prestasi yang bisa diukir oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang mampu mempertahankan status sebagai bank penghasil laba bersih tertinggi selama tiga tahun berturut-turut, mengalahkan dua bank lain yang memiliki asset di atasnya, yakni Bank Mandiri dan Bank BCA.

Bahkan kini, asset BCA sudah disalip. Tingginya laba yang berhasil diraup BRI ini lebih diakibatkan karena bank ini fokus pada segmen yang memberikan imbal hasil tinggi, yakni usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Fenomena ini sekaligus mengokohkan premis yang berlaku selama ini bahwa sektor UMKM memang tangguh dan tahan terhadap guncangan. Bahkan mereka sanggup untuk mengembalikan kredit pinjamannya ke bank, kendati diberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha korporasi sekelas konglomerat.

Mereka selama ini memang sudah diakui ketahanannya terhadap setiap badai krisis yang menerpanya, tanpa meminta-minta keringanan dari lembaga yang membiayainya. Dari total portfolio kredit BRI, sebesar 85,82% berasal dari pinjaman UMKM, sisanya merupakan pinjaman ke segmen korporasi.

Diremehkan
Sayang, sampai sejauh ini bank dan lembaga pembiayaan sering meremehkan keberadaan pelaku bisnis sekelas UMKM. Terlebih bagi pelaku usaha kecil mikro (bisnisman gurem), sering justru dicibirkan para bankir.

Ada saja argumen yang mendasarinya. Mulai dari miskinnya profesionalisme, langkanya agunan yang dijaminkan, hingga akhirnya bermuara pada kondisi tidak layak bank. Banyak bank-bank yang akhirnya menghindar dari keberadaan UMKM ini. Kalaupun ada, sangat selektif, dan sekadar untuk memenuhi persyaratan agar tidak dicap sebagai bank yang anti-UMKM.

Fenomena laba fantastis BRI, seolah mejungkirbalikkan paradigma itu. Bahwa sektor UMKM sangat potensial untuk dibiayai bank (bankable). Beberapa bank swasta sebenarnya sudah mulai mengekor keberhasilan BRI dalam membina UMKM. Sebut saja misalnya Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjam (DSP), Bank Niaga, serta beberapa bank swasta lainnya.

Sayang, langkah mereka masih terseok-seok karena masih setengah hati didalam menggarap sektor UMKM. Fenomena BRI di atas, seharusnya menginspirasi bank lain untuk juga ikut menggarap sektor riil yang sekarang tengah mati suri, khususnya UMKM.

Belakangan ini bank-bank justru lebih senang menggeluti kredit konsumsi ketimbang kredit komersial untuk memajukan dunia usaha (UMKM). Bank-bank nampaknya memang sedang dilanda budaya latah, ikut-ikutan trend yang tengah terjadi di pasar.

Sebab, permintaan pasar akan kredit ini memang luar biasa besar. Bank dalam hal ini mengikuti pola bank follows the market (business). Padahal, dengan pola semacam itu, bank-bank terjebak dalam persaingan yang dikenal sebagai Red Ocean Strategy/ROS (Strategi Samudera Merah). Semua bank terjebak dalam persaingan yang face to face dan saling menjegal (dengan senjata pricing suku bunga serta pemotongan berbagai biaya).

Termasuk BRI, belakangan juga kian gencar merambah masuk ke bisnis, yang sebenarnya bukan bidang (fokus)-nya, yakni kredit konsumsi dalam bentuk KPR, KPM, KTA, serta kartu kredit. BRI seolah tidak mau dicap sebagai bank yang kuno, tidak mengikuti trend global, yang hanya menggarap pengusaha gurem, ndeso.

BRI pun akhirnya terjebak ke dalam budaya latah, yakni ikut-ikutan menggarap kredit konsumsi. Itu memang tidak salah. Namun, ada baiknya BRI kembali ke khittahnya, yakni menggarap sektor riil, UMKM yang sudah terbukti memberikan kontribusi bisnis yang sangat hebat.

Jajaran manajemen BRI tidak perlu takut untuk tampil beda. Selama ini BRI sudah menerapkan Strategi Samodera Biru (Blue Ocean Strategy)/BOS.  Dalam konsep pemikiran W. Chan Kim dan Reneee Mauborgne, dua profesor dari INSEAD, BRI sudah menciptakan sebuah strategi yang memberikan ruang pasar tanpa pesaing, dan kompetisi menjadi tidak relevan lagi. 

BRI misalnya, selama ini sudah mendapatkan branding sebagai bank ndeso dengan BRI unit desanya. Banknya pengusaha gurem. BRI selama ini sudah tampil beda, hampir tanpa pesaing (dari bank umum lainnya), untuk menggarap kredit komersial (bukan kredit konsumen) yang sebenarnya memiliki pasar yang sangat luas.

Nah, di samudera biru tersebut, BRI tidak perlu harus berebut nasabah dengan bank lain yang menggarap pasar konsumen sama. Dalam BOS, BRI dengan nyaman bisa mengarap pasar dengan tenang, tanpa harus berhadapan langsung dengan kompetitornya. Atau kalaupun harus berhadapan di lapangan, masing-masing memiliki pola kekhasan yang berbeda, sehingga tidak harus berkompetisi secara liar di “medan perang”.

Salah satu atribut yang memperkuat positioning-nya misalnya adalah bank bagi UKM, atau bank bagi masyarakayt gurem. BRI sebenarnya sudah masuk ke pola BOS, sayang belakangan bank ini ikut-ikutan menggarap pasar kredit konsumen layaknya bank-bank komersial lainnya.

Justru BRI seharusnya menjadi pioneer untuk kembali menggeliatkan sektor riil, yang selama ini menjerit kekeringan pembiayan bank. Jadikan UMKM sebagai primadona baru, yang sesungguhnya sangat menguntungkan bisnis bank keseluruhan. BRI semestinya menjadi panutan dan perintis jalan bagi bank-bank lain untuk mengikuti langkahnya.  Jangan sebaliknya, dimana BRI justru ikut-ikutan bank lain untuk menggarap sektor konsumtif, yang dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu signifikan. Bank BRI selayaknya mempengaruhi pasar, bukan dipengaruhi pasar.

Nah, kalau itu yang terjadi, maka sektor riil tidak perlu lagi berteriak-teriak bahkan merengek-rengek kepada pemerintah (dan BI) untuk menghimbau kalangan perbankan untuk tidak pelit menyalurkan dananya. Sebaliknya, sektor UMKM akan menjadi primadona, yang senantiasa dicari bankir untuk dipinang dan diajak “berbisnis”. Dengan demikian akan terjadi fenomena berkebalikan bahwa bank-bank akan berlomba-lomba meminang pelaku UMKM. Sektor UMKM akan laris manis dipinang perbankan.  Fenomena semacam ini harus diciptakan dan momentum yang pas untuk melakukannya, ya sekarang ini, bukan besok atau lusa…


Oleh: Susidarto
praktisi perbankan di Yogyakarta,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya