SOLOPOS.COM - Sejumlah karyawan produsen kerupuk terasi di Kelurahan Nologaten, Kecamatan Ponorogo, mengambil kerupuk yang dijemur, Minggu (25/12/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

UMKM Ponorogo, pengrajin kerupuk terasi kewalahan melayani permintaan yang meningkat selama musim hujan.

Madiunpos.com, PONOROGO — Permintaan kerupuk terasi buatan pengrajin di Kelurahan Nologaten, Kecamatan Ponorogo, meningkat selama musim penghujan. Namun, permintaan tersebut sulit dipenuhi karena cuaca mendung dan hujan menjadi kendala dalam proses pembuatan kerupuk.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Misalnya pada Minggu (25/12/2016) siang itu, beberapa karyawan industri rumah tangga kerupuk terasi di RT 001/RW 001, Kelurahan Nologaten, terpaksa memasukkan kembali kerupuk mentah yang dijemur ke dalam rumah karena gerimis mulai menguyur. Bagi produsen kerupuk, musim penghujan bisa menjadi kondisi yang menguntungkan sekaligus merugikan.

Di satu sisi permintaan kerupuk naik beberapa persen dibandingkan pada musim kemarau. Namun, di sisi lain, produsen tidak bisa memproduksi terlalu banyak karena terkendala masalah pengeringan kerupuk setengah matang.

“Saat musim penghujan permintaan kerupuk di pasaran naik. Namun, kenaikan permintaan itu tidak bisa terpenuhi karena kendala cuaca yang terkadang tidak menentu,” jelas Ali Nurhuda, 39, pengrajin kerupuk terasi di Kelurahan Nologaten kepada Madiunpos.com.

Saat musim penghujan, masa pengeringan kerupuk yang masih basah bisa mencapai tiga hari. Padahal, saat musim kemarau hanya membutuhkan waktu delapan jam untuk membuat kerupuk tersebut kering sempurna.

“Kalau musim penghujan justru ada kenaikan permintaan, karena kecenderungan saat hujan orang ingin nyamil dan kerupuk menjadi salah satu camilan yang pas. Sedangkan saat musim kemarau justru permintaan mengalami penurunan,” jelas dia.

Dalam sehari, industri rumahan milik Ali Nurhadi bisa memproduksi hingga satu kuintal kerupuk terasi. Harga per satu kilogram kerupuk terasi Rp10.000. Kerupuk terasi buatan Ali sudah tersebar luas di wilayah Ponorogo.

“Saya jualnya mentah, biasanya para pedagang kerupuk di beberapa pasar di Ponorogo mengambil kerupuk saya untuk dijual kembali,” ujar bapak dua anak ini.

Proses produksi kerupuk terasi ini dimulai pukul 06.00 WIB hingga 13.00 WIB. Nurhadi dibantu empat orang karyawan. Kerupuk yang renyah dan gurih itu dibuat dari campuran tepung tapioka dan tepung terigu dengan takaran 50 kg dan 50 kg serta dicampur berbagai bumbu dan terasi.

Setelah tercampur, adonan dicetak dan dipotong tipis-tipis menggunakan alat khusus. “Setelah proses pemotongan selesai, potongan kerupuk itu dijemur,” kata Ali.

Ali mengaku baru memulai bisnis ini lima tahun lalu setelah dirinya keluar dari pekerjaannya di industri kerupuk milik saudaranya. Atas dasar optimisme, Ali mencoba peruntungan dengan memproduksi kerupuk terasi yang belum ada di pasaran.

Awal mula bisnis ini dibangun memang mengalami kendala mengenai pemasaran produk. Namun, lambat laun setelah konsumen tahu dan merasakan kerupuk terasi, produk ini pun mulai diterima pasar. “Awalnya saya hanya buat 10 kg dulu, kemudian naik dan naik hingga saat ini bisa mencapai 1 kuintal per hari,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya