SOLOPOS.COM - Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY Tri Saktiyana ketika mengisi Seri Kelas Keuangan UKM Kreatif: Dukungan Permodalan Syariah untuk UKM Kreatif di Hotel Cavinton, Jogja, Senin (29/8/2016) malam. (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

UMKM DIY menghadapi berbagai tantangan, modal menjadi salah satunya

Harianjogja.com, JOGJA—Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) kerap mengalami kendala untuk mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan. Namun, permodalan dipandang bukan persoalan yang besar UMKM tersebut sehat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY Tri Saktiyana mengatakan, kondisi UMKM harus sehat dalam arti memiliki pembukuan yang baik, memiliki manajemen keuangan yang baik, dan prospek usaha yang baik pula. Untuk mengakses permodalan di lembaga keuangan, UMKM harus mendapatkan kepercayaan dari lembaga keuangan.

“Modal jadi kendala itu antara iya dan tidak. Kalau UMKM sehat akan diberi modal. Jadi, butuh kepercayaan dari bank dan kredibilitas dari UMKM,” ujar dia ketika ditemui usai membuka Seri Kelas Keuangan UKM Kreatif: Dukungan Permodalan Syariah untuk UKM Kreatif di Hotel Cavinton, Jogja, Senin (29/8/2016) malam.

UMKM dinilai memiliki keuanggulan di bidang nilai tambah karena proses pengerjaan yang berbeda dengan industri besar. Nilai tambah itulah yang membuat UMKM bisa bertahan dan bersaing dengan industri bermodal besar.

Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatid (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan, permasalahan yang sering muncul untuk UMKM adalah permodalan. Hal itu disebabkan beberapa hal yanki UMKM yang belum layak mengakses pembiyaan di perbankan (unbankable), aset berharga yang tidak bisa diraba (intangible assets), risiko yang tinggi dan tak bisa diprediksi (high and unpredicted risk), serta aliran dana yang tidak stabil (unstable cash flow).

“Permodalan itu sebenarnya bukan masalah. Hal itu terjadi karena ada yang belum bisa mengelola bisnis dengan baik. Modal kredit itu seperti obat yang dosisnya harus tepat. Kalau lebih bisa jadi racun,” kata dia.

Ia menjelaskan, akses permodalan tergantung dari dua pihak yakni lembaga keuangan dan UMKM. Selama ini selalu menekan lembaga keuangan sehingga ada kecenderungan untuk asal keluarkan kredit. Di sisi lain, perbankan ketika akan menginvestasikan dananya belum menemukan UMKM yang memiliki kapasitas yang mumpuni.

Aset yang dimiliki UMKM komposisinya 22% aset berupa tanah dan bangunan, 34% berupa piutang, dan 44% berupa kendaraan, mesin, dan peralatan. Sementara itu, jaminan yang berlaku di perbankan sebesar 73% berupa jaminan tanah dan bangunan, sisanya sebesar 27% berupa movable properti. “Ini enggak matching,” ujar dia.

Kendala lainnya adalah pasalah pemasaran. Banyak UMKM yang terbatas dalam kemasan. Konsumen saat ini dinilai memiliki kecenderungan membeli value dari produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, Bekraf secara aktif memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM untuk meningkatkan pemasarannya.

Anggota Komisi 10 DPR RI dari Fraksi PDIP Esti Wijayati mengungkapkan, pemeritahan saat ini memiliki komitmen untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Bekraf memiliki tugas yang tidak mudah karena keberadaannya belum lama. Bekraf harus memiliki pilihan skala prioritas untuk pengembangannya.

“Diharapkan tahun ini pendataan melalui survei ekonomi kreatif bisa selesai sehingga tahun depan itu yang dipegang sebagai pondasi untuk tentukan kerja Bekraf sehingga lebih maksimal,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya