SOLOPOS.COM - Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat buruh di Jawa Timur berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (19/11/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Zabur Karuru)

UMK 2016 dinilai pengusaha Jatim cacat hukum, mereka pun meminta Presiden Joko Widodo membatalkan UMK Jatim.

Madiunpos.com, SURABAYA – Kalangan pengusaha di Jawa Timur berencana mengirimkan surat pernyataan berisi penolakan dan permintaan pembatalan penetapan upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2016 di Jawa Timur lantaran dianggap cacat hukum dan tidak seusai dengan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan sikap sejumlah pengusaha Jatim—terutama di Ring I (Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo) tersebut—menyusul ditetapkannya UMK 2016 oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang dinilai telah melanggar hukum karena besaran yang ditetapkan melebihi formula dalam PP tersebut.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto, Edi Yosef, mengatakan surat pernyataan sikap tersebut telah ditandatangi 23 November 2015 dan akan segera dikirimkan kepada presiden, menteri Dalam Negeri, menteri Ketenagakerjaa, dan menteri Hukum dan HAM.

“Kami sangat keberatan dengan nilai penetapan UMK karena pejabat Pemprov Jatim telah mengabaikan PP No.78/2015. Ini preseden buruk dari ketenagakerjaan, dan kami sebagai bagian dari warga negara juga punya hak di mata hukum,” serunya seusai menggelar pernyataan sikap, Senin (23/11/2015).

Dewan pengupahan dari unsure Apindo Surabaya, Nuning Widayati, menambahkan selama ini Pemprov Jatim dalam menentapkan upah selalu mengambil jalur tengah, yakni besaran UMK di antara usulan pengusaha dan pekerja. “Sekarang sudah ada PP-nya masih saja terus mengambil jalan tengah. Ini kalau dibiarkan akan terus berlanjut dan terjadi pada tahun-tahun berikutnya, dan pemprov akan seterusnya tidak mematuhi produk hukum,” ujarnya.

Dia menambahkan, meski pengusaha  keberatan dengan penentapan upah tersebut tetapi pengusaha sudah enggan untuk maju ke jalur hukum. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kata Nuning, proses hukum yang menyangkut masalah pengupahan itu berlansung lama hingga dua tahun. “Proses hukum itu lama bisa bertahun-tahun, bahkan sudah ganti UMK yang baru, masih saja prosesnya belum selesai,” imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim, Nur Cahyudi, menambahkan apabila penetapan upah Jatim tersebut dipaksakan maka pengusaha yang tidak mampu akan mengajukan penangguhan atau bahkan tidak akan menjalankan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 68/2015 tentang Pengupahan.

“Pemerintah pusat mengeluarkan paket kebijakan untuk mendorong iklim investasi tapi Pergub No. 68/2015 kontraproduktif dengan kebijakan ekonomi. Inilah yang membuat global competitiveness kita rendah, mulai dari birokrasi, korporasi, dan regulasi ketenagkerjaan yang tidak kondusif,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sherlina Kawilarang menambahkan dari sekitar 10.000 perusahaan di Jatim, dipastikan bakal ada perusahaan yang mengajukan penangguhan. Untuk UMK 2015 saja, lanjutnya, masih ada perusahaan yang sebelumnya mengajukan penangguhan masih membayar upah Rp2,1 juta dari ketentuan UMK Surabaya Rp2,7 juta.

“Padahal pengusaha ini ingin mendukung pemerintah agar ada pergerakan ekonomi dan supaya industri tetap hidup dan rakyat dapat lapangan kerja, tetapi UMK yang ditetapkan mengabaikan dari sisi industrinya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya