SOLOPOS.COM - Pekerja pabrik sepatu menyelesaikan proses produksi (Wahyu Darmawan/JIBI/Bisnis)

UMK 2016 tak mampu dipenuhi perusahaan-perusahaan alas kaki di Jawa Timur yang terancam kehilangan pasar ekspor.

Madiunpos.com, SURABAYA – Sedikitnya 25 perusahaan alas kaki atau sepatu di Jawa Timur telah mengajukan penanguhan upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang naik hingga 11%. Kenaikan upah tersebut dirasa memberatkan karena pada 2016 ini, industri sepatu di Jawa Timur terancam kehilangan pasar ekspor hingga 15% akibat tidak memiliki daya saing alias kalah dengan produksi Vietnam.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Winyoto Gunawan mengatakan ekspor sepatu Jatim tahun ini pun terancam kehilangan order dari Eropa lantaran biaya produksinya yang tinggi. “Penangguhan sudah kami ajukan pada 24 Desember 2015 lalu dan sekarang ini sedang dikaji oleh Pemerintah Provinsi Jatim dan menunggu. Hal ini kami lakukan karena daya saing kami terus melemah,” katanya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Surabaya, Minggu (3/1/2016).

Winyoto mengatakan persaingan akan semakin ketat mengingat adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun ini menjadi tantangan besar. Vietnam sendiri, lanjutnya, hanya menggaji karyawannya sekitar US$100 atau sekitar Rp1,3 juta/bulan, sementara di Jatim dua kali lipat yakni Rp3 juta lebih.

Selain mengajukan penangguhan, pengusaha alas kaki dan sepatu Jatim juga berencana mengusulkan kepada pemerintah agar industri sepatu mendapatkan insentif mengingat kondisi industri persepatuan terancam babak belur. “Pada 2015 sudah tampak beberapa konsumen dari luar negeri yang hengkang atau memindahkan ordernya ke Vietnam karena produksinya lebih murah. Ini tanda-tanda yang kurang bagus,” jelasnya.

Dia mengatakan pemerintah memang telah membuat regulasi tentang kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hanya saja di Jatim kenaikan UMK 2016 tidak sesuai dengan aturan tersebut sehingga membuat pengusaha keberatan. “Kami mengusulkan kalau industri padat karya ini bisa mendapat insentif misalnya BPJS ditanggung pemerintah atau pajak-pajaknya, sehingga kami tidak perlu mengajukan penangguhan upah karena kami tidak sanggup membayar karyawan,” jelasnya.

Dia mencontohkan, perusahaan sepatu yang akan ekspor ke Eropa dikenai bea ekspor hingga 9%. Sementara, Vietnam mampu mengirim produk ke Eropa dengan bea ekspor 0%. Kondisi tersebut membuat Indonesia kalah 9% dibandingkan Vietnam. “Bagaimana kalau 9% ini, pemerintah ambil alih supaya ekspor kita tidak kalah atau Indonesia bargaining dengan Eropa,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya