SOLOPOS.COM - Ilustrasi demo buruh (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

UMK 2016 di Jawa Tengah masih belum menemui kata sepakat. Baik Apindo Jateng maupun serikat pekerja masih berdebat soal formula.

Solopos.com, SEMARANG — Kalangan buruh dan pengusaha di Jawa Tengah belum menemukan kesepakatan perihal rencana kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di masing-masing kabupaten.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Wakil Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jateng Ali Sholeh mengatakan upah buruh di wilayah ini terbilang paling rendah di Indonesia. Oleh karena itu, penentuan UMK yang dilakukan setiap tahun dinilai belum memenuhi kebutuhan para buruh.

Dia mengatakan tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah belum seimbang dengan inflasi setiap tahun. Tidak hanya itu, beberapa usulan upah dinilai belum sesuai dengan survei kebutuhan hidup layak (KHL).

Ekspedisi Mudik 2024

“Dalam survei KHL ada 60 komponen, tapi itu belum termasuk pulsa. Padahal kebutuhan pulsa menjadi pokok,” terang Ali kepada Bisnis/JIBI, Kamis (15/10/2015).

Dengan kondisi tersebut, pihaknya menghendaki survei KHL dengan jumlah item sebanyak 84 komponen. Adapun, usulan dari buruh yang tergabung dalam SPN untuk kenaikan UMK tahun depan berkisar 20%.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng menginginkan kenaikan upah buruh sesuai dengan inflasi tahunan. Hal itu mengingat perekonomian dalam negeri yang dinilai mengalami perlambatan.

Ketua Apindo Jateng Frans Kongi memaparkan hasil KHL yang disepakati dewan pengupahan sesuai dengan aturan. Oleh karena itu, dia menginginkan buruh tidak menuntut banyak kepada pengusaha lantaran tidak sedikit perusahaan yang menyetop produksinya.

“Janganlah berbicara soal kenaikan upah buruh, apalagi tuntutan terlalu tinggi. Kami bisa beroperasi saja masih bersyukur,” ujar Frans.

Dia menghendaki para buruh mengerti kondisi pengusaha yang saat ini sedang terjepit karena perlambatan ekonomi dan kondisi pasar global yang tidak menentu. Perihal tuntutan kenaikan UMK tahun depan diangka 20%, Frans mengatakan angka tersebut terlampau tinggi. Padahal, angka inflasi tahunan tidak lebih dari 15%.

Anggota Dewan Pengupahan Jawa Tengah dari Apindo, Agung Wahono, mengatakan kenaikan UMK di Jateng belum ada kesepakatan baik dari segi angka maupun persentase. Dia mengatakan pengusaha yang membayarkan upah kepada buruh disesuaikan dengan kondisi masing-masing kesehatan perusahaan.

Hingga saat ini, dia mengakui masih ada usulan UMK dari beberapa kabupaten/kota yang belum sepakat pada satu angka. Oleh karena itu, baik dari kalangan pengusaha maupun Pemprov Jateng belum menyelenggarakan pertemuan lanjutan untuk menentukan kepastian upah.

“Jika masih ada usulan dua angka yang belum sepakat. Maka Pak Gubernur yang akan memanggilnya,” paparnya.

Menurut dia, saat ini masih ada waktu untuk membahas UMK 2016. Apindo Jateng sedang mendorong agar dewan pengupahan bersepakat dulu mengenai ukuran penetapan UMK 2016.

Agung berpendapat ada dua tipe pengusaha di Jateng dalam menghadapi UMK yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Masing-masing ada yang patuh namun ada juga yang bersepakat sendiri antara serikat dengan membayar upah di bawah UMK yang ditetapkan, tapi dengan nilai di atas UMK lama.

“Dengan tipologi seperti itu kami juga melakukan evaluasi begitu UMK ditetapkan,” katanya. Dia sepakat mendorong agar pengusaha menyesuaikan UMK yang telah ditetapkan. Menurut Agung, selama ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga melakukan pengawasan.

Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko belum bisa menyebutkan angka kenaikan UMK pada tahun depan. “Belum setor usulan semua,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya