SOLOPOS.COM - Ilustrasi

JOGJA—Puluhan umat Kong Hu Chu mulai gelar sembahyangan, Sabtu (21/1) pagi di Klenteng Poncowinatan. Menyambut tahun baru imlek 2563, usai ritual doa bersama dan sembahyangan, para umat berebut tumpeng.

Setiap perayaan imlek, klenteng tertua di Jogja ini selalu menampilkan tradisi yang unik dan mungkin tidak digelar oleh klenteng lainnya. Tradisi tumpengan dalam upacara sembahyangan di klenteng yang berdiri sejak tahun 1881 ini memberikan keunikan tersendiri bagi perayaan imlek di kota multikultur ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Ya, keunikannya tumpeng ini. Nanti setelah didoakan akan jadi rebutan,” ujar Fantoni, salah satu pengurus klenteng Poncowinatan kepada Harian Jogja.

Dalam perayaan tahun baru imlek, Tahun Naga Air ini terdapat tiga tumpeng. Menurut Fantoni, tumpeng tersebut tidak hanya dari klenteng tapi juga merupakan pemberian dari umat. Tradisi ini juga masih lekat dengan khasanah budaya Jawa.

“Singkatnya karena kami berada di Jogja, kami juga menghormati adat istiadat kota ini yang sudah menjadi tradisi sejak ratusan tahun yang lalu. Intinya tumpeng ini kami mengadaptasi tradisi yang ada di sini,” papar Fantoni.

Setiap perayaan imlek, upacara sembahyangan saling berbagi dengan klenteng Gondomanan. Dua hari menjelang imlek, menurut Fantoni, upacara sembahyangan dilakukan di Klenteng Poncowinatan.

“Dua hari menjelang hari H di Poncowinatan di mana dilakukan di siang hari. Ini tujuannya biar yang sepuh-sepuh yang mungkin tidak bisa ikut malam hari bisa di sini doa bersama. Dan yang malam hari pada hari H dilakukan di Gondomanan,” paparnya.

Pada minggu malam merupakan puncak doa bersama dalam tradisi perayaan imlek. Dan prosesi puncak tersebut digelar di klenteng Gondomanan. Pembagian waktu sembahyangan dijelaskan Fantoni tidak terdapat makna khusus, karena sama-sama merupakan ungkapan syukur dalam pergantian tahun.

Ilustrasi

Sama halnya perayaan tahun baru lainnya, usai sembahyangan para umat juga saling bermaafan. “Pada dasarnya perayaan ini sama seperti tradisi perayaan umat lainnya. Seperti lebaran ada sungkeman, tradisi meminta maaf pada orang yang dituakan. Ya, hanya seperti itu saja,” sambung Fantoni.

JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika NS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya